Hal_Hal Yang Membatalkan Wudhu’

Assalamu’alikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh

SMP Negeri 10 Lahat – MABIT Wada’ Kls 9 Masjid Darussalam Selawi

SMP Negeri 10 Lahat – MABIT Wada’ Kls 9 Masjid Darussalam Selawi

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu’

a.  Keluarnya sesuatu dari dua lubang kemaluan, seperti kencing, tahi, kentut, madzi, wadi, dan mani.
Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbas, “Kita bicarakan tentang mani, wadi, dan madzi. Keluarnya mani mewajibkan kita mandi, sedangkan wadi dan madzi cukup kita berwudhu’ saja.” Ibnu Qudamah menyebutkan atsar di atas dalam kitabnya Al_Mughni, dan dia menyebutkan bahwa atsar tersebut diriwayatkan oleh Al_Atsram. Lihat Ibnu Qudamah, Al_Mughni (I/233)]

Keluarnya benda-benda tersebut menyebabkan seseorang berhadats. Ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) ulama sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah. Adapun berkenaan dengan darah istihadhah, menurut pendapat yang benar adalah membatalkan wudhu’. Ini menjadi pendapat mayoritas ulama.

b.  Keluarnya najis yang tidak lewat lubang kemaluan.
Najis yang keluar tidak lewat lubang kemaluan, bila berupa kencing atau tahi, sedikit atau banyak membatalkan wudhu’. Bila yang keluar bukan berupa kencing atau tahi, melainkan berupa darah, muntah, nanah, atau lainnya tidak membatalkan wudhu’. Akan tetapi, bila dalam jumlah yang banyak, ada yang berpendapat hal ini membatalkan wudhu’. [Perkataan ini disampaikan oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz ketika beliau menyebutkan pembatal-pembatal wudhu’ dalam kitab Majmu’ Fatawa (III/294). Syaikh Ibnu Utsaimin menyebutkan perbedaan pendapat pada ulama dalam masalah ini dengan disertai dalil masing-masing dalam kitab Asy_Syarah Al_Mumti’ ‘Ala Zad Al_Mustaqni’ (I/223). Lihat Ibnu Qudamah, Al_Mughni (I/247-250)]

c.  Tidak sadarkan diri karena tidur atau lainnya.
Orang yang tidur dengan nyenyak, baik sebentar ataupun lama, menurut pendapat yang benar bahwa wudhu’nya batal. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Shafwan bin Assal radhiyallahu ‘anhu. Orang yang gila, pingsan, mabuk, atau terkena hal-hal yang menunjukkan hilangnya kesadaran, maka batal wudhu’nya. [Lihat Ibnu Qudamah, Al_Mughni (I/234). Dalam kitab ini, dia berkata, “….. membatalkan wudhu’ berdasarkan ijma’, baik sebentar atau lama.”]

d.  Menyentuh kemaluan, qubul maupun dubur, dengan tangan secara langsung tanpa alas.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir dan Basarah binti Shafwan radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyentuh buah zakarnya hendaklah berwudhu’.” [Hadits yang diriwayatkan dari Basarah binti Shafwan diriwayatkan oleh Ahmad, Ashhabus Sunan, dan lainnya. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani dalam kitab Irwa’ Al_Ghalil (I/150) hadits no. 116. Sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir diriwayatkan oleh Ibnu Majah hadits no. 480. hadits ini dinilai shahih oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Ibni Majah (I/79)]

Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ummu Habibah dan Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsipa yang menyentuh farjinya hendaklah berwudhu’.” [Hadits yang diriwayatkan dari Ummu Habibah diriwayatkan oleh Ibnu Majah hadits no. 481. Sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Ayyub diriwayatkan oleh Ibnu Majah hadits no. 482. Kedua hadits tersebut dinilai shahih oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Ibni Majah (I/79)]

Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila seorang dari kalian menyentuh farjinya tanpa alas atau penghalang hendaklah berwudhu.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu HIbban, Ad_Daruquthni, dan Al_Baihaqi. Dalam kitab Shilsilah Al_Ahadits Ash_Shahihah hadits no. 1235, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani mengatakan bahwa sanad hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban baik.]

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa dubur masuk dalam pengertian farji, karena berhubungan dengan saluran perut dan sebagai tempat pembuangan. Oleh karena itu, barangsiapa menyentuh dubur tanpa alas, maka hukumnya sama dengan menyentuh farji. [Lihat Ibnu Utsaimin, Asy_Syarah Al_Mumti’ ‘Ala Zad Al_Mustaqni’ (I/242)]

Memandikan orang mati tidak membatalkan wudhu’. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Akan tetapi, bila seseorang saat memandikan mayat menyentuh kemaluannya tanpa alas, maka wajib baginya berwudhu’. Sebenarnya wajib baginya menggunakan alas ketika membersihkan kema-luan mayit.

Menyentuh perempuan berdasarkan pendapat yang kuat adalah tidak membatalkan wudhu’, baik disertai syahwat maupun tidak, selama tidak disertai keluarnya mani atau madzi, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah suatu ketika mencium sebagian istrinya, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat tanpa memperbaruhi wudhu’nya.

Memang ada firman Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Atau kalian menyentuh perempuan.” Akan tetapi ‘menyentuh perempuan’ pada ayat di atas maksudnya adalah bersetubuh, berdasarkan pendapat yang lebih rajih (kuat). Ini juga menjadi pendapat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan mayoritas ulama. [Lihat Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, Majmu’ Fatawa (III/394)]

e.  Makan daging unta.
Makan daging onta membatalkan wudhu’ berdasarkan hadits yang diriwayat-kan dari Jabir bin Samarah radhiyallahu ‘anhu bahwa suatu ketika ada seorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah saya perlu berwudhu’ setelah makan daging kambing?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalau kau mau, silakan berwudhu’; kalau kau tidak berkenan juga tidak apa-apa.” Orang tersebut bertanya lagi, “Bagaimana kalau sehabis makan daging onta?” beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berwudhu’lah kamu sehabis makan daging onta.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (I/275) hadits no. 360]

f.  Murtad dari Islam.
Murtad dari Islam – kita berlindung kepada Allah dari hal ini – membatalkan wudhu’ berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al_Maidah ayat 6, “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman, maka hapuslah amalannya dan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al_Maidah (5): 5)

Dalam ayat lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Jika kamu berbuat kesyirikan, niscaya akan terhapuslah amalanmu.” [QS. Az_Zumar (39): 65]

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s