Writed by: Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I
Hukum Maninggalkan Shalat
Orang yang meninggalkan shalat itu ada dua keadaan: Pertama, ia meninggal-kannya karena mengingkari kewajibannya. Kedua, ia meninggalkannya karena menganggap remah dan bermalas-malasan, tetapi ia masih mengakui kewajiban shalat tersebut.
1. Orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya. Barang-siapa meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya dan tidak ada alasan lain, maka orang ini adalah kafir dan murtad berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Imam – dalam hal ini pemerintah – harus meminta orang ini untuk bertaubat. Jika ia tidak mau bertaubat, maka ia dihukum mati karena kemurtadannya, dan berlaku padanya semua hukum yang berkaitan dengan orang yang murtad. Hukum ini dilaksanakan jika ia dibesarkan di tengah-tengah kaum muslimin. Tetapi jika ia baru masuk Islam, atau ia dibesarkan di tempat terpencil dari kaum muslimin yang mungkin ia tidak mengetahui bahwa hukum shalat itu wajib, maka orang tersebut tidak serta merta divonis kafir karena pengingkarannya. Tapi, terlebih dahulu, kita memberitahukan kepadanya bahwa shalat itu hukum-nya wajib. Jika ia tetap mengingkarinya, setelah pemberitahuan tersebut, maka barulah ia divonis sebagai murtad. [Lihat kitab Al_Majmu’ (III/16)]
2. Orang yang meninggalkan shalat karena bermalas-malasan dan mengang-gap remeh tanpa mengingkari kewajiban shalat. Kaum muslimin tidak berselisih pendapat bahwa meninggalkan shalat dengan sengaja – tanpa ada udzur syar’i – merupakan dosa besar yang terbesar. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih besar dari pada dosa membunuh orang, merampok, berzina, berjudi, dan minum khamar. Orang yang meninggalkan shalat berarti telah mengantarkan dirinya kepada adzab dan kemurkaan Allah, serta mendapat kehinaan di dunia dan akhirat. [Lihat Ibnul Qayyim Al_Jauziyah, Ash_Shalah wa Hukmu Tarikuha, hal. 6]
Abu Malik Kamal bin As_Sayyid Salim mengatakan bahwa para ulama berse-lisih pendapat mengenai hukumnya dalam dua pendapat, yaitu:
Pertama, orang ini fasik, bermaksiat dan melakukan dosa besar, tetapi ia tidak kafir. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, yaitu madzhab Ats_Tsauri, Abu Hanifah, Malik, Asy_Syafe’i – menurut pendapat yang masyhur darinya – dan Imam Ahmad dalam salah satu dari dua riwayat. [Lihat Syaikh ’Atha’ bin Abdul Lathif, I’lam Al_Ummah]
Kedua, orang ini keluar dari agama Islam. Ini adalah madzhab Sa’id bin Jubair, Asy_Sya’bi, An_Nakha’i, Al_Auza’i, Ibnu Mubarak, Ishaq, salah satu riwayat yang paling shahih dari Ahmad, dan Ibnu Hazm menuturkan pendapat ini dari Umar bin Khaththab, Mu’adz bin Jabal, Abdurrahman bin ’Auf, Abu Hurairah dan para sahabat lainnya. [Lihat Ibnul Qayyim Al_Jauziyah, Ash_Shalah wa Hukmu Tarikuha, dan lihat juga Hukmu Tarik Ash_Shalah karya Syaikh Mamduh Jabir]