Writed by: Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I
Disyariatkan Shalat Tarawih Secara Berjama’ah
Dari Abdurrahman bin Abdul Qari diriwayatkan bahwa ia pernah berkata, ”Aku pernah keluar bersama Umar bin Al_Khaththab radhiyallahu ’anhu pada suatu malam pada bulan Ramadhan ke masjid. Ternyata kaum muslimin sedang melakukan shalat berpencar_pencar. Ada yang shalat sendirian, ada juga yang mengimami beberapa orang. Umar berkata: Menurut pendapat saya, kalau mereka dikumpulkan untuk shalat bermakmum kepada satu orang saja, tentu itu lebih baik. Kemudian beliau membulatkan tekadnya, dan mengumpulkan mere-ka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Kaab. Kemudian beliau keluar lagi bersamaku, dan melihat kaum muslimin sedang melakukan shalat bersama imam mereka. Beliau berkata: Sebaik_baik bid’ah adalah yang satu ini. Namun waktu yang mereka tidur terlebih dahulu, itu lebih baik daripada yang mereka shalati sekarang – maksud Umar adalah shalat di akhir malam – dan umumnya orang_orang melakukannya di awal malam.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Shalatut Tarawih, hadits no. 2010]
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya shalat tarawih dan shalat malam di bulan Ramadhan secara berjama’ah di masjid, dan bahwasannya barangsiapa yang shalat bersama imam hingga usai shalat, maka akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk. Adapun ucapan Umar bin Al_Khaththab, ”Sebaik_baik bid’ah adalah yang satu ini,” maka maksudnya adalah bid’ah secara bahasa. Maksud beliau bahwa perbuatan itu belum pernah ada di zaman Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam dengan cara seperti itu. Namun memiliki dasar dari syariat yang bisa dijadikan rujukkan, di antaranya adalah :
1. Bahwa Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam selalu menganjurkan para sahabat beliau untuk melakukan shalat malam di bulan Ramadhan dan menjelaskan keutamaannya. Beliau bahkan pernah shalat bersama para sahabat beliau di beberapa malam di bulan Ramadhan. Kemudian beliau menghentikannya karena khawatir kalau shalat itu menjadi wajib bagi mereka, sehingga mereka justru tidak mampu melakukannya. Hal itu tentu tidak perlu dikhawatirkan lagi sesudah wafatnya beliau.
2. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk mengikuti para Khulafa’ur Rasyidin, sementara perbuatan itu telah menjadi sunnah atau kebiasaan para Khulafa’un Rasyidin.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ketika memberikan syarah (penjelasan) terhadap kitab Shahih Al_Bukhari hadits no. 2010 menjelaskankan ucapan Umar bin Al_Khaththab radhiyallahu ’anhu, ”Bid’ah yang dimaksud dalam ucapan beliau adalah secara bahasa. Artinya, bahwa mereka telah melakukan hal baru tanpa contoh sebelumnya ketika mereka melakukan shalat tarawih itu secara terus_ menerus berjama’ah sepanjang bulan Ramadhan. Demikianlah pengertian ucapan Umar tersebut, karena perbuatan itu pada hakikatnya adalah sunnah yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam selama beberapa malam.”