Nama Mahasiswa : Hafiz Muthoharoh
NIM : 100103080
Kelas/Semester : JS.3 / Tiga (3)
Mata Kuliah : Politik Pendidikan
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Muhammad Sirozi, Ph.D.
Perkuliahan ke : 1 dan 2 (Sabtu, Tanggal 08 Oktober 2011)
Sebagaimana identifikasi di atas, bahwa mata kuliah kali ini adalah politik pendidikan, yang diasuh langsung oleh Prof. Dr. Muhammad Sirozi, Ph.D. Mengawali perkuliahan perdana ini beliau mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar dalam memahami politik pendidikan, yaitu hubungan antara politik dan pendidikan. Pertanyaan beliau adalah mengapa politik diperlukan dalam dunia pendidikan?
Berdasarkan beberapa jawaban dari rekan sesama mahasiswa di kelas, sudah hampir menjurus kepada jawaban yang diinginkan. Akan tetapi, jawaban atas pertanyaan di atas menjadi sangat jelas dan tepat sasaran ketika beliau mengatakan bahwa perlunya pilitik dalam dunia pendidikan, karena sering kali akar permasalahan dari berbagai persoalan pendidikan yang muncul dalam suatu masyarakat tidak hanya terdapat dalam ruang kelas dan lingkungan pagar sekolah, tetapi ada juga di pusat-pusat kekuasaan, misalnya gedung parlemen dan birokrasi.
Selanjutnya, akan saya paparkan beberapa point penting yang menjadi bahan diskusi selama perkuliahan saat itu, serta pejelasan dan kesimpulannya, baik yang dipaparkan langsung oleh Prof. Dr. Muhammad Sirozi, Ph.D. atau saya lengkapi dari beberapa referensi yang relevan.
Pertama, politik pendidikan sebagai interdisipliner.
Prof. Dr. Muhammad Sirozi, Ph.D. mengatakan bahwa politik pendidikan disebut sebagai interdisipliner, karena dalam pembahasannya menggabungkan dua disiplin ilmu, yaitu ilmu politik dan ilmu pendidikan. Hal ini senada dengan mata kuliah lainnya, seperti psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan dan sebagainya. Dalam mata kuliah psikologi pendidikan pada dasarnya menggabungkan dua disiplin ilmu, yaitu ilmu psikologi dan ilmu pendidikan. Dan dalam pembahasan mata kuliah sosiologi pendidikan juga menggabungkan dua disiplin ilmu, yaitu ilmu sosial dan ilmu pendidikan.
Kedua, urgensi politik dalam dunia pendidikan.
Pada point ini beliau menjelaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam system social politik di suatu Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa-apa. Padahal, keduanya bahu-membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu Negara. Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di Negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu Negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan di Negara tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan politik di setiap Negara. Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia dan menjadi perhatian ilmuwan.
Selain itu, beliau juga mengutip sebuah ungkapan dari Abernethy dan Coombe (1965:287), ”education and politics are inextricably linked”. Artinya adalah pendidikan dan pilitik terkait tanpa bias dipisahkan. Menurut mereka hubungan timbale balik antara pendidikan dan politik dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok (group attitudes), masalah pengangguran (umployment), dan peranan politik kaum cendekia (the political role of the intellegentsia)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka saya menyimpulkan bahwa hubungan antara politik dan dunia pendidikan adalah bagaikan dua sisi mata uang. Syarat mutlak sebuah mata uang agar dapat menjalankan fungsinya sebagai alat tukar, maka mata uang tersebut harus memiliki dua gambar yang sudah menjadi ketentuan di suatu Negara berdasarkan nominalnya masing-masing. Kosekuensinya, jika ada mata uang yang hanya memiliki satu gambar saja pada salah satu sisi mata uangnya, baik di bagian depan ataupun di bagian belakang, maka mata uang tersebut tidak bisa digunakan sebagai alat tukar, dan sebaliknya. Oleh karena itu, antara pendidikan dan politih memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Ketiga, Politic is every where and belong be everyone’s.
Makna kalimat di atas kurang lebih adalah politik ada di mana-mana dan milik setiap orang. Kalau kita pahami secara mendalam ungkapan di atas benar adanya, bahwa politik tidak hanya ada di gedung DPR, gedur parlemen dan birokrasi, tapi politik juga ada di dalam rumah tangga, politik juga ada di lembaga pendidikan.
Bukti nyata dari hal di atas, misalnya dalam rumah tangga adanya pernyataan seorang istri, “uangmu adalah uangku juga, dan uangku adalah uangku.” Dari ungkapan semacam itu terdapat nuansa politik berupa keinginan seorang istri untuk menguasai segala macam keuangan dalam keluarga, sebab makna politik itu sendiri secara sederhana adalah keinginan untuk berkuasa. Selain itu, adanya keinginan suami istri untuk menerapkan pola pendidikan masing-masing kepada anak-anak mereka, sehingga menimbulkan persaingan politik rumah tangga dalam menerapkan kebijakan mereka masing-masing.
Begitu pula di lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah. Adanya struktur organisasi sekolah, ditambah lagi adanya perebutan tugas khusus antara sesama guru untuk menjadi wakil kepala sekolah, menimbulkan persaingan politik dalam mempengaruhi keputusan kepala sekolah. Siapa yang dekat dengan kepala sekolah walaupun tidak berprestasi akan mudah menduduki jabatan sebagai wakil kepada sekolah, sedangkan bagi guru yang berprestasi tapi tidak memiliki hubungan emosional dengan kepala sekolah akan sulit mendapatkan jabatan strategis dalam struktur organisasi sekolah.
Keempat, Tahun 1998 – Education – GATT (General Acomodity Trade Trafic)
Maksud point di atas adalah bahwa pada tahun 1998 melalui DATT, pendidikan menjadi salah satu barang akomoditi yang diperdagangkan di dunia. Adanya kesepakatan di atas, menimbulkan kosekuensi bagi Negara-negara yang terkait. Misalnya, Indonesia tidak bias menghalangi pemerintah Malaysia yang ingin membuka cabang Universitas mereka di Indonesia walaupun masih diikat dengan system kerjasama dengan Universitas yang berada di Indonesia. Akan tetapi, jika Universitas Malaysia tersebut sudah mampu mandiri dalam mengelolanya, dan Universitas di Indonesia tidak mampu bersaing secara sehat, maka tidak mustahil Universitas-Universitas di Indonesia akan mengalami kemunduran.
trimakasih, tulisannya cukup membantu….