Bentuk-Bentuk Berbakti Kepada Orang Tua


Bentuk-Bentuk Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua Adalah :

Pertama.
Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kepada seorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita.

Dalam nasihat perkawinan dikatakan agar suami senantiasa berbuat baik kepada istri, maka kepada kedua orang tua harus lebih dari kepada istri. Karena dia yang melahirkan, mengasuh, mendidik dan banyak jasa lainnya kepada kita.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ‘ain) dengan meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kembali dan buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya menangis” [Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i] Dalam riwayat lain dikatakan : “Berbaktilah kepada kedua orang tuamu” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Kedua.
Yaitu berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh mengucapkan ‘ah’ apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat keduanya karena ini merupakan dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Jika hal ini sampai terjadi, wal iya ‘udzubillah.

Kita tidak boleh berkata kasar kepada orang tua kita, meskipun keduanya berbuat jahat kepada kita. Atau ada hak kita yang ditahan oleh orang tua atau orang tua memukul kita atau keduanya belum memenuhi apa yang kita minta (misalnya biaya sekolah) walaupun mereka memiliki, kita tetap tidak boleh durhaka kepada keduanya.

Ketiga.
Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang menolong dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.

Seandainya kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang kita anggap ringan dan merendahkan kita yang mungkin tidak sesuai dengan kesuksesan atau jabatan kita dan bukan sesuatu yang haram, wajib bagi kita untuk tetap taat kepada keduanya. Lakukan dengan senang hati karena hal tersebut tidak akan menurunkan derajat kita, karena yang menyuruh adalah orang tua kita sendiri. Hal itu merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat baik selagi keduanya masih hidup.

Keempat.
Yaitu memberikan infak (shadaqah) kepada kedua orang tua. Semua harta kita adalah milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215.

“Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui”

Jika seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkannya yang pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan. Berbuat baik yang pertama adalah kepada ibu kemudian bapak dan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.

“Artinya : Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu’awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, “Hadits Hasan”]

Sebagian orang yang telah menikah tidak menafkahkan hartanya lagi kepada orang tuanya karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan. Yang mengatur harta adalah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Harus dijelaskan kepada istri bahwa kewajiban yang utama bagi anak laki-laki adalah berbakti kepada ibunya (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban yang utama bagi wanita yang telah bersuami setelah kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kepada suaminya. Ketaatan kepada suami akan membawanya ke surga. Namun demikian suami hendaknya tetap memberi kesempatan atau ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat baik lainnya kepada kedua orang tuanya.

Kelima.
Mendo’akan orang tua. Sebagaimana dalam ayat “Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro” (Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih berbuat syirik serta bid’ah, kita harus tetap berlaku lemah lembut kepada keduanya. Dakwahkan kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil berdo’a di malam hari, ketika sedang shaum, di hari Jum’at dan di tempat-tempat dikabulkannya do’a agar ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yang haq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila kedua orang tua telah meninggal maka :

Yang pertama : Kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang nasuh (benar) bila kita pernah berbuat durhaka kepada kedua orang tua sewaktu mereka masih hidup.

Yang kedua : Adalah mendo’akan kedua orang tua kita.

Dalam sebuah hadits dla’if (lemah) yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Apakah ada suatu kebaikan yang harus aku perbuat kepada kedua orang tuaku sesudah wafat keduanya ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, kamu shalat atas keduanya, kamu istighfar kepada keduanya, kamu memenuhi janji keduanya, kamu silaturahmi kepada orang yang pernah dia pernah silaturahmi kepadanya dan memuliakan teman-temannya” [Hadits ini dilemahkan oleh beberapa imam ahli hadits karena di dalam sanadnya ada seorang rawi yang lemah dan Syaikh Albani Rahimahullah melemahkan hadits ini dalam kitabnya Misykatul Mashabiih dan juga dalam Tahqiq Riyadush Shalihin (Bahajtun Nazhirin Syarah Riyadush Shalihin Juz I hal.413 hadits No. 343)]

Sedangkan menurut hadits-hadits yang shahih tentang amal-amal yang diperbuat untuk kedua orang tua yang sudah wafat, adalah :

[1] Mendo’akannya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya

[Diringkas dari beberapa hadits yang shahih]

Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

“Artinya : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali silaturrahmi kepada teman-teman bapaknya sesudah bapaknya meninggal” [Hadits Riwayat Muslim No. 12, 13, 2552]

Dalam riwayat yang lain, Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma menemui seorang badui di perjalanan menuju Mekah, mereka orang-orang yang sederhana. Kemudian Abdullah bin Umar mengucapkan salam kepada orang tersebut dan menaikkannya ke atas keledai, kemudian sorbannya diberikan kepada orang badui tersebut, kemudian Abdullah bin Umar berkata, “Semoga Allah membereskan urusanmu”. Kemudian Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhumua berkata, “Sesungguhnya bapaknya orang ini adalah sahabat karib dengan Umar sedangkan aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali silaturrahmi kepada teman-teman ayahnya” [Hadits Riwayat Muslim 2552 (13)]

Tidak dibenarkan mengqadha shalat atau puasa kecuali puasa nadzar [Tamamul Minnah Takhrij Fiqih Sunnah hal. 427-428, cet. III Darul Rayah 1409H, lihat Ahkamul Janaiz oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal 213-216, cet. Darul Ma’arif 1424H]

[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam – Jakarta]

Surat Dari Ibu Yang Terkoyak Hatinya


Surat Dari Ibu Yang Terkoyak Hatinya

Anaku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?

Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,

Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…

Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.

Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.

Anakku…
Allah berfirman: “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]

Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.

KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA
Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.

Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.

“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]

Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.

Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.

Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.

Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.

(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.

Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.

KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA
Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata : “Cukup… Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan”. Sang anak menimpali : “Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekh dariku!”.

Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : “Suatu hari istri anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk. Anakku ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagu menemuiku”

Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah. Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bisa menyeret sang anak menuju lembah kehinaan, neraka.

Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya menyakitkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullahj, siapakah gerangan ?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka” [Hadits Riwayat Muslim]

[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]

Pentingnya Pendidikan Sejak Dini


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka; yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan, penjaganya malaikat-malaikat yang besar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan_Nya kepada mereka serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh_Nya.” (QS. At_Tahrim (66): 6)

Imam ‘Ali (Ali bin Abi Thalib) karamallahu wajhahu berkata, “Yakni, ajarilah mereka (anak-anakmu) dan didiklah mereka dengan akhlaq yang baik.” Hasan Al_Basri juga pernah berkata, “Didiklah mereka untuk mentaati Allah, dan ajarilah mereka tentang kebaik. ”

Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Setiap anak terlahir dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi. ”

Berdasarkan ayat Alquran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta perkataan sahabat dan tabi’in di atas bahwa Islam sangat memperhatikan pendidikan. Hal itu tampak pada metode pendidikan yang diserukan kepada kedua orang tua sedini mungkin, bahkan sejak anak masih di dalam kandungan, dan lebih jauh lagi sebelum pasangan suami istri melangsungkan pernikahan. Maksudnya, Islam juga mengatur pemilihan pasangan yang baik untuk tujuan pendidikan. Seorang wanita yang shalihah akan melahirkan generasi-generasi yang shalih dan shalihah – Insya Allah – yang akan memberikan manfaat besar bagi keluarga, sekolah, masyarakat, umat dan bangsa tentunya.

Pendidikan sejak dini menempati kedudukan yang tinggi dan memperlihatkan aktivitas di rumah dan keluarga. Begitu juga di sekolah dan universitas, juga di tengah masyarakat serta umat. Pembicaran mengenai topik ini muncul pada puncak pembahasan tentang kemasyarakatan. Juga mendapatkan prioritas dalam pembahasan tentang pendidikan formal maupun non-formal. Hal itu tampak dalam poin-poin berikut ini:

Pertama, pendidikan sejak dini merupakan masa terpenting dan mendasar dalam kehidupan manusia, memegang kendali dalam masa perkembangan hidupnya dan mengawali kedewasaan, yang kira-kira terjadi sampai usianya mencapai 30 tahun. Imam An_Nawawi rahimahullah berkata, “Kata pemuda (syabba-b) itu merupakan bentuk jamak dari satu orang muda (sya-b), yang terdapat padanya hal muda (syubba-n) dan kemudahan (syabi-bab). Masa muda merupakan bagian dari kedewasaan, yang terjadi sebelum mencapai usia 30 tahun. Kata pemuda (syabba-b) menurut terminologinya berasal dari kata syabba yang berarti menjadi muda atau, meremaja, atau tumbuh. Lafazh ini mengacu pada keremajaan, kekuatan, semangat, gerak, kebaikan, peningkatan dan perkembangan. Dari lafazh itu terbentuk kata syabba-b, syubba-n, dan syabi-bah yang berarti pemuda atau muda.

Kedua, masa muda (usia dini) adalah musim semi yang berbunga bagi kehidupan manusia, yakni saat kecil (di masa bayi) dan kanak-kanak menuju pada masa muda (remaja). Masa dicurahkan segenap pengharapan dan cita-cita yang besar serta cerah dalam masa depannya. Para pemuda merasakan sendiri masa ini. Mereka tumbuh dan merasa bahwa mereka telah matang secara sempurna serta mendapatkan tempat dalam kehidupan dan memperoleh tempat dalam masyarakat. Orang-orang dewasa dan tua memandang masa muda dengan pandangan cinta serta penghargaan. Masa yang cemerlang tapi telah berlalu (bagi mereka), seperti warisan yang telah hilang. Mereka meratapinya dan menyesali apa yang telah berlalu pada masa itu. Mereka membuat lagu dan syair tentang masa itu dan mengulang-ulang apa yang dikatakan seorang penyair: “Tidaklah masa muda akan kembali hari ini, maka kabarkanlah padanya tentang apa yang telah dilakukan orang yang telah tua itu terhadap masa mudanya. ”

Ketiga, pemuda menikmati kekuatan fisiknya, kemudaan yang hidup, keaktifan gerak dan semangatnya. Seperti juga mereka menikmati kemekaran mereka yang memberi senyum, keindahan, dan kecermelangannya pada masyarakat. Pada masa mekar itu ditanam berbagai harapan, ambisi, dan optimisme.

Keempat, pemuda merupakan persiapan hari ini untuk harapan masa datang. Mereka merupakan tiang umat, bunga bangsa, dan tabungan negara. Mereka adalah otot penggerak, dimana darah panas yang mengalir dalam tubuh pemuda mampu untuk membangkitkan kekuatan. Di atas pundaknya dibangun peradaban dan terbentuk istana masyarakat. Dengan akalnya yang brilian berkembanglah ilmu pengetahuan dan muncullah penemuan-penemuan baru. Dalam semangatnya terletak realisasi harapan yang pasti. Sejarah telah mencatat bahwa ajakan untuk perbaikan. revolusi kebebasan dan perang melawan penindasan maupun angkara murka terletak di tangan pemuda. Mereka dahulu berada pada barisan depan dengan para reformis serta da’I, bersama para Rasul dan Nabi, bergandengan tangan dengan para pemikir serta pendidik. Mereka pembawa sinar yang cemerlang, pembangun kebangkitan, pendiri pembaruan gambaran kehidupan, dan pengubah jalannya sejarah. Kemudian mereka mendirikan tonggak masyarakat, dan bergolak dalam darah pemuda jiwa revolusi.

Kelima, pemuda dikuasai oleh jiwa pemberontak, nafsu syahwat yang semangkin tumbuh, seiring dengan pertumbuhan akal dan pemikrannya di permulaan jalan atau di pertengahannya. Hal itu seperti terlihat dalam berbagai fenomena pada masa ini, yang membedakannya dari masa-masa yang lain, misalnya kebanggaan terhadap diri sendiri dan kesenangan memamerkan kelebihan yang dimiliki. Juga usaha untuk menemukan jati diri, yangmana terkadang hal itu harus dilakukan dengan berbohong dan menyombongkan diri, serta kecenderungan untuk menentang kebiasaan adat, tradisi, dan tatanan kesusilaan. Mereka berbegang pada keyakinan dan prilaku sendiri, mencoba untuk keluar dari pergerakan masyarakat yang tertib. Maka tampak pada mereka sifat suka cita, senang bercanda dan tidak memperdulikan atas konsekuensi perbuatan mereka. Mereka mengutamakan kekuatan materi daripada akal dan pikiran, atau daripada logika serta pertimbangan yang mendalam. Pada pemuda timbul sifat tidak bertanggung jawab dan memberontak, juga samasekali tidak perduli dengan berbagai persoalan atau cara memecahkannya. Mereka ditandai dengan sifat ambisius, mengorbankan dan mengingkari diri sendiri.

Berdasarkan poin-poin di ataslah, maka pendidikan secara umum dan pendidikan Islam secara khusus sangat penting sekali ditanamkan kepada anak sejak dini, demi perkembangannya pada masa yang akan datang. Tentu saja hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama terutama orang tua dalam mendidik anak-anak dalam keluarga, karena mereka (orang tua) adalah pendidik pertama dan utama bagi anak.

Demikianlah ikhwan wa akhwat fillah.
Semoga pemaparan kami ini bermanfaat bagi kita semuanya. Harapan penulis semoga kita masih mendapat kesempatan untuk meniti ilmu_Nya yang maha luas. Amin…!!!

Penulis,
Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I
Palembang – Sumatera Selatan
30 Dzulhijjah 1428 H / 9 Januari 2008 M

Lihat Tafsir Ibnu Katsir, hal. 391, Tuhfatul Al_Maudud, hal. 134, Thuruq Tadris At_Tarbiyyah Al_Islamiyyah, hal. 29 dan seterusnya.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Ya’la dalam musnad miliknya, juga diriwayatkan oleh Ath_Thabrani dalam kitab Al_Kabir. Lihat Faidh Al_Qadir , hal. 33)

Lihat Syarah Shahih Muslim, hal. 173

Lihat Al_Qamus Al_Muhith, hal. 85, dan Mu’jam Maqayis Al_Lughah, hal. 177

Lihat Dr. Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, alih bahasa Arum Titisari SS, dari judul asli Al_Islam wa Asy_Syabbab, (Jakarta: A.H. Ba’adillah Press, 2002), cet.1, hal. 22

Motivasi Belajar Anak


Oleh: Hermawih Hasan (Berdasarkan cerita nyata dalam sebuah keluarga)

Beginilah cerita seorang ayah pada waktu makan malam, waktu favorit berkumpul keluarga, di mana suami, isteri dan semua anaknya hadir.

Paman papi pertama bernama Bill Gates. Ia telah bisa membuat program komputer dalam usia tiga belas tahun. Program komputer telah membuatnya terobsesi, sehingga ia merelakan kuliahnya di universitas bergengsi di Amerika.

Lain hari, ayah bercerita lagi, paman papi kedua bernama Steve Jobs, anak yang nakal pada waktu muda dan gemar elektronika. Ia meninggalkan kuliahnya dan berhasil dalam tiga industri yang berbeda yaitu musik, komputer dan film animasi.

Hari berikutnya ayah itu bercerita lagi, paman papi ketiga dan keempat bernama Sergey Brin dan Larry Page. Mereka merelakan program doktornya karena obsesinya untuk mengkomersialkan hasil riset mesin pencarinya.

Ayah itu menjelaskan bahwa tidak selamanya cerita_cerita itu disampaikan tanpa gangguan atau komentar negatif. Anak_anaknya sering nyeletuk, “Kok, paman semuanya kaya tetapi papi tidak banyak uangnya,” atau “Pamannya pintar_pintar, kok papi tidak.” atau “Bosan ah, cerita paman melulu.”

Untuk mengurangi kebosanan, di hari yang lain sang ayah tidak bercerita lagi tentang paman_pamannya. Saudara nenek kamu bernama Ibu Teresa. Ketika diragukan niat baiknya untuk menolong ratusan ribu orang yang harus ditolong, ibu Teresa bertanya, mulai dari angka berapa kamu menghitung sampai sejuta? Ibu itu berkata, mulai dari angka satu.

Lain hari ayah itu bercerita lagi, saudara nenek yang lain bernama Grace Murray Hopper. Ia adalah wanita penemu bahasa pemrograman COBOL. Ia adalah nenek pertama yang mendapatkan pangkat Real Admiral dan wanita pertama yang masih bekerja pada usia delapan puluh tahun di angkatan laut Amerika.

Lain hari ayahnya bercerita lagi. Pada suatu hari seorang anak berlari dengan kencang sambil menangis. Ia duduk di bawah pohon yang rindang sambil meratapi nasibnya dan menangis karena selalu saja prestasi sekolahnya jauh di bawah nilai kakaknya. Tanpa sadar ia melihat pemandangan yang indah di mana tetesan air jatuh ke sebuah batu yang sangat besar. Karena penasaran ia mendatangi lebih dekat dan terkejut ketika melihat batu itu berlobang karena tetesan_tetesan air yang kecil itu. Setelah dewasa anak itu menjadi orang yang terkenal jauh melebihi kakaknya karena hasil karyanya.

Begitulah cerita sang ayah kepada anak_anaknya pada setiap acara favorit keluarga, makan malam. Dan sering juga anak-anaknya mengomel, “Ah bosan, pada suatu hari melulu.”

Hasilnya? Masih saja semangat belajar anak_anaknya jauh dari memuaskan yang tentu saja berakibat pada nilai raport mereka. Namun ayah itu tidak bosan_bosannya dan tidak kenal lelah bercerita selama berhari_hari, berbulan_bulan dan bertahun_tahun, walaupun hasil yang diinginkan masih belum kunjung tiba. Stok ceritanya tidak hanya yang di atas, tetapi sering juga cerita_cerita itu diulang_ulang.

Kadang_kadang, kata sang ayah kepada penulis, sering juga ia bernyanyi sebagai ganti bercerita. Nyanyian itu adalah nyanyian yang biasa dilakukan ketika anak sekolah setingkat SD mulai belajar English Grammar. (Pernah dimuat di surat kabar Kompas pada saat menceritakan seorang bintang NBA).

“Good … Better … Best
Don’t let us rest
Until your good becomes your better
And your better becomes your best.”

Ayah itu bernyanyi terus sampai suatu hari salah satu anaknya mulai mengomentari setelah kalimat “Don’t let us rest.”, ” … Ih, capek dech.”

Ayah itu bernyanyi dan bercerita, bernyanyi dan bercerita tanpa kenal bosan dan lelah selama berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun.

Sampai suatu hari, keajaiban datang kepada anaknya yang sulung, kata sang ayah kepada penulis. Kepala sekolah dibuat kaget dengan lonjakan drastis nilai_nilainya hanya dalam hitungan bulan. Lonjakan nilai anak itu adalah yang paling tinggi di sekolahnya. Penulis memberanikan bertanya, apakah ia ranking pertama? Ah, bukan itu yang penting, jawab sang ayah. Yang penting adalah usahanya untuk mendorong dirinya ke arah potensi terbesarnya, sang ayah menjelaskan lebih lanjut.

Mendengar cerita sang ayah, penulis menjadi sadar dan heran dengan masih banyak orang tua yang tidak atau kurang sabar dalam membimbing anak_anaknya belajar, sehingga banyak yang menggunakan kekerasan atau pemaksaan kehendak dalam memotivasi anak_anak yang masih duduk di tingkat SD.

Itu mengingatkan penulis tentang cerita antara angin dan matahari. Angin dengan kekuatannya mencoba untuk memaksa seseorang agar membuka jaketnya. Semakin angin itu berusaha dengan keras memaksanya, semakin keras orang itu memegang jaketnya agar tidak terbawa angin.

Sedangkan matahari dengan bijak menggunakan kekuatannya membujuk orang itu untuk membuka jaketnya atas keinginan sendiri. Walaupun orang itu sudah berteduh di bawah pohon yang rindang, tetapi panas teriknya matahari membuat orang itu tidak hanya membuka jaketnya tetapi juga bajunya. Matahari memberikan motivasi kepada orang itu, “Agar tidak kepanasan bukalah jaket dan bajumu”.

Penulis menjadi teringat juga tentang cerita angsa dan telur emas dalam buku “The 7 Habits of Highly Effective People” karya Steven R. Covey. Covey menyinggung cerita tentang petani miskin yang menemukan angsa yang menghasilkan telur emas. Karena ketidaksabaran dan keserakahannya, petani itu membunuh angsanya sehingga tidak lagi mendapatkan telur emasnya. Covey kemudian menghubungkan cerita itu dengan P/KP (Produksi dan Kemampuan Produksi).

Penulis menjadi teringat juga tentang teori Montessori dari buku “Kisah Sukses Google” oleh David A Vise dan Mark Malseed, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Inilah sedikit kutipan tentang teori itu.

“Kami berdua sewaktu kecil sama-sama bersekolah di sekolah yang disebut sekolah Montessori. Sistem pendidikan berdasarkan teori Montessori membiarkan anak-anak mengerjakan apapun yang mereka suka ketika mereka berusia enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas tahun. Namun setelah itu, karena hormon-hormon yang berlimpah pada anak laki-laki selewat usia itu, guru-guru sengaja memberi tugas-tugas ekstra keras kepada mereka. Sebab jika tidak demikian pikiran mereka akan teralihkan.”

Sang Ayah masih terus bercerita dan bernyanyi berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun tanpa kenal lelah dan tanpa berharap terlalu banyak kepada hasil.

Komentar sang ayah tentang hasil mengingatkan penulis pada sebuah buku “From Good to Great” karya Jim Collin di mana ia berkomentar bahwa kegagalan justru terjadi pada kategori orang yang terlalu obsesif dengan hasil yang tidak mempunyai kesabaran dalam usahanya.

Komentar sang ayah tentang hasil mengingatkan juga tentang seorang penulis lain yang suaranya pernah sering terdengar di sebuah radio yaitu, Gede Prama dalam bukunya “Kebahagiaan yang Membebaskan”, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

“Ada yang menyebut ini dengan emptiness. Sebuah terminologi timur yang amat susah untuk dijelaskan dengan kata-kata manusia. Namun Daini Katagiri dalam Returning to Silence menyebutkan: ‘The final goal is that we should not be obsessed with the result, whether good, bad or neutral.’ Keseluruhan upaya untuk tidak terikat dengan hasil. Itulah keheningan. Sehingga yang tersisa persis seperti hukum alam: kerja, dan kerja. Dalam kerja seperti ini, manusia seperti matahari. Ditunggu tidak ditunggu, besok pagi ia terbit. Ada awan tidak ada awan matahari tetap bersinar. Disukai atau dibenci, sore hari di mana pun ia akan terbenam”

Seorang raja bijak pernah berkata, aku adalah raja di raja dengan kekayaan yang tidak akan pernah disamai oleh siapapun di dunia. Tetapi kekayaan ternyata sia-sia. Aku adalah raja dengan kekuasaan besar. Tetapi kekuasaan ternyata sia-sia. Tetapi aku berkata kepadamu, berbahagialah orang yang makan minum dari hasil kerjanya. Berbahagialah orang yang mencintai pekerjaannya. Kerja dan kerja dan kerja seperti matahari yang pasti terbit dan terbenam.

Sang Ayah masih terus bercerita dan bernyanyi berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun tanpa kenal lelah dan tanpa berharap terlalu banyak kepada hasil.

Penulis menjadi penasaran dengan anak-anak yang lain dari sang ayah, kemudian bertanya, Bagaimana hasilnya dengan anak yang lain? Hasil lagi, hasil lagi, celetuk sang ayah. Mungkin karena tidak tega, sang ayah kemudian meneruskan, setiap anak mempunyai potensi yang berbeda dan hasilnya juga jangan diharapkan sama antara anak yang satu dengan yang lain. Tetapi herannya peningkatan motivasi belajar kedua anak tersebut dimulai di umur yang sama yaitu sebelas tahun.

Sekarang kata sang ayah kepada penulis, justru sang ayah yang takut akan motivasi anaknya karena anaknya sering bangun sebelum pukul empat pagi hari karena selalu cemas hasil belajarnya kurang cukup. Terpaksa ayahnya bernyanyi lagi:

“Good … Better … Best
Don’t let us rest
Until your good becomes your better
And your better becomes your best.”

Usaha terbaikmu anakku, usaha terbaikmu. Setelah melakukan itu jangan cemas akan hasilnya, demikian kata sang ayah kepada anaknya.

Pada waktu makan malam, acara favorit keluarga, sang ayah masih terus bercerita dan bernyanyi berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun tanpa kenal lelah dan tanpa berharap terlalu banyak kepada hasil seperti matahari yang pasti akan terbit dan terbenam.

Motivasi Belajar Menurut Oemar Hamalik


Pembahasan berikut ini, tentang motivasi belajar menurut Oemar Hamalik. Sebenarnya banyak menurut pendapat para ahli pendidikan, khususnya masalah motivasi belajar. Untuk lebih menspesifikkan permasalahan, maka ditulislah dengan judul seperti di atas.

BAB I  PENDAHULUAN

Proses pembelajaran tidak bisa terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi dan menunjang keberlangsunganya. Bagi lembaga pendidikan, setelah menentukan program-progam dan kurikulum pendidikan, haruslah mempunyai prinsip dalam menentukan arah tekhnis pelaksanaan cita-cita dari progam dan kurikulum yang telah dicanangkan. Salah satu penunjang utamanya adalah, adanya motivasi belajar bagi peserta didik yang terstruktur dan terkonstruk dengan baik

Sebelum membahas tentang pengertian dan pembahasan motivasi belajar, kiranya kita perlu membahas terlebih dahulu tentang peninjauan sudut pandang motivasi itu sendiri. Ada dua macam tinjauan tentang motivasi. pertama motivasi dipandang sebagai suatu proses ilmu pengetahuan, dengan ini seorang guru bisa melakukan prediksi terhadap tingkah laku peserta didik, serta dapat diaplikasikan terhadap orang lain. Kedua, sebagai penentu karakteristik seseorang yang bisa menjelaskan karakteristik lainnya.[2]

BAB II PEMBAHASAN

A.  Pengertian Dan Urgensimya

Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengambil sebuah contoh ; seorang petani yang mencangkul di sawahnya dari pagi sampai petang tanpa henti. Jika kita perhatikan si petani itu, akan muncul pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita, Mengapa si petani melakukan atau bekerja seperti itu? Atau dengan kata lain, Apakah  yang mendorong si petani berbuat seperti itu? Atau Apakah motif si petani itu?

Dari ilustrasi di atas jelaslah bahwa yang dimaksud dengan motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Atau Motif adalah suatu pernyataaan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang.

Pada umumnya suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan, dan perangsang (incentive). Tujuan adalah yang menentukan dan membatasi tingkah laku organisme itu.

Sedangkan urgensi daripada motivasi adalah sebagai pendorong, pengerak, dan sebagai suatu pengarah terhadap tujuan. Dengan adanya motivasi, segala bentuk kesimpangsiuran dalam menjalankan suatu aktifitas akan bisa terminimalisir.[3]

B.  Jenis Dan Sifat Motivasi

Para ahli psikologi berusaha menggolong-golongkan motif-motif yang ada dalam diri manusia atau suatu organisme, ke dalam beberapa golongan menurut pendapatnya masing-masing. Woodworth menggolongkan dan membagi motif-motif tersebut menjadi tiga jenis :

1. Kebutuhan_kebutuhan organis (Organic Motive). Motif ini berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan bagian dalam tubuh (kebutuhan-kebutuhan organis), seperti : lapar/haus, kebutuhan bergerak dan beristirahat/tidur, dan sebagainya.

2. Motif_motif darurat (Emergency Motive). Motif ini timbul jika situasi menuntut timbulnya tindakan yang cepat dan kuat karena perangsang dari luar yang menarik manusia atau suatu organisme. Contoh motif ini antara lain : melarikan diri dari bahaya, berkelahi dan sebagainya.

3. Motif_motif obyektif (Objective Motive). Motif obyektif adalah motif yang diarahkan/ditujukan ke suatu obyek atau tujuan tertentu di sekitar kita. Motif ini timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita (kita menyadarinya). Contoh : motif menyelidiki, menggunakan lingkungan.

Selain pengklasifikasian di atas, Burton menggolongkan/membagi motif_motif tersebut menjadi dua, yaitu motif intrinsik dan motif ekstrinsik.

1. Motif Intrinsik. Motif intrinsik adalah motif yang timbul dari dalam seseorang untuk berbuat sesuatu atau sesuatu yang mendorong bertindak sebagaimana  nilai-nilai yang terkandung di dalam obyeknya itu sendiri. Motivasi intrinsik merupakan pendorong bagi aktivitas dalam pengajaran dan dalam pemecahan soal. Keinginan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, keinginan untuk memahami sesuatu hal, merupakan faktor intrinsik yang ada pada semua orang .

2. Motif Ekstrinsik. Motif ekstrinsik adalah motif yang timbul dari luar/lingkungan. Motivasi ekstrinsik dalam belajar antara lain berupa penghargaan, pujian, hukuman, celaan atau ingin meniru tingkah laku seseorang.[4]

C.  Prinsip Motivasi Belajar

Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang mantab serta diakibatkan oleh pengalaman. Belajar adalah suatu hal yang membedakan antara manusia dan binatang.[5] Ada banyak perilaku perubahan pengalaman, serta dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar. Para ahli pendidikan dan psikolog sependapat bahwa motivasi amat penting untuk keberhasilan belajar.

Pembahasan motivasi belajar tidak bisa terlepas dari masalah-masalah psikologi dan fisiologi, karena keduanya ada saling keterkaitan.[6] Yang perlu di pahami dalam Prinsip-prinsip motivasi belajar adalah sebagai berikut:

Ø        Memuji lebih baik daripada mencela. Perlu diketahui bahwa manusia cenderung akan mengulangi perbuatan yang mendapat pujian atau apresiasi dari pihak lain

Ø        Memenuhi kebutuhan psikologi

Ø        Motivasi intrinsik lebih efektif daripada ekstrinsik

Ø        Keserasian antara motivasi

Ø        Mampu manjelaskan tujuan pembelajaran

Ø        Menumbuhkan perilaku yang lebih baik

Ø        Mampu mempengaruhi lingkungan

Ø        Bisa diaplikasikan dalam wujud yang nyata.[7]

Dalam proses pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar melibatkan pihak_pihak sebagai berikut.

1. Siswa. Siswa bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri untuk meningkatkan motivasi belajar pada dirinya agar memperoleh hasil belajar yang memuaskan.  Motivasi berupa tekad yang kuat dari dalam diri siswa untuk sukses secara akademis, akan membuat proses belajar semakin giat dan penuh semangat.

2.  Guru. Guru bertanggungjawab memperkuat motivasi belajar siswa lewat penyajian bahan pelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi dengan siswanya. Dalam hal ini guru dapat melakukan apa yang disebut dengan menggiatkan anak dalam belajar.[8] Usaha-usaha yang digunakan dalam mengiatkan  adalah :

  • a. Mengemukakan pertanyaan
  • b. Memberi ganjaran
  • c. Memberi hadiah
  • d. Memberi hukuman/sanksi

Kreativitas serta aktivitas guru harus mampu menjadi inspirasi bagi para siswanya. Sehingga siswa akan lebih terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya, dan berkreasi.

3.  Orang tua atau keluarga dan lingkungan. Tugas memotivasi belajar bukan hanya tanggungjawab guru semata, tetapi orang tua juga berkewajiban memotivasi anak untuk lebih giat belajar. Selain itu motivasi sosial dapat timbul dari orang-orang lain di sekitar siswa, seperti dari tetangga, sanak saudara, atau teman bermain.[9]

Fungsi keluarga adalah sebagai motivasi utama bagi peserta didik, karena memiliki intensitas yang lebih tingi untuk menanamkan motif-motif tertentu bagi proses pembelajaran anak.[10]

Hal paling mendasar yang digunakan sebagai motivasi dasar dalam islam adalah, pentingnya menanamkan unsur-unsur ideologi dalam proses pembelajaran, sehingga dalam proses perjalanan pembelajaran siswa tidak mengalami kegoncangan jiwa yang bisa menghambat hasil dari pendidikan itu sendiri.[11]

D. problematika motivasi siswa dalam belajar

Pemimpin adalah seorang yang mampu mempengaruhi orang lain, dengan beberapa persyaratan, antara lain, memiliki intelektualitas yang tingi, mampu melakukan hubungan sosial yang baik, kematangan emosional, fisik yang baik, imajiner dan mau berkerja keras. Akan tetapi dalam kenyataan di lembaga pendidikan  kita jarang dijumpai seorang guru yang memiliki kriteria di atas.[12]

Ada beberapa persyaratan yang harus dimaksimalkan dalam memecahkan problematika tersebut, karena dalam kenyataanya manusia selalu mengharapkan adanya nasehat dan petunjuk dari orang lain sebagai bentuk kebutuhan primer dari fitrah manusia itu sendiri.[13] Diantara problematika yang perlu di antisipasi dalam lembaga pendidikan kita adalah:

1.  Kurangnya Memadukan motif-motif kuat yang sudah ada. Misalnya motif untuk menjadi sarjana tidak dipadukan dengan motif untuk menonjolkan diri yang kebetulan ada pada diri siswa agar berhasil dalam belajar.

2.  Tidak adanya kejelasan  tujuan yang hendak dicapai. Semakin jelas tujuan belajar semakin kuat motif untuk mencapainya, setidak_tidaknya semakin efektif berbuat. Oleh karena itu sangat ideal apabila guru merumuskan dengan jelas tujuan belajar.

3.  Tidak adanya rumusan tujuan sementara. Suatu kegiatan yang mempunyai tujuan yang jauh dapat dipenggal-penggal hingga didapat tujuan sementara atau tujuan jangka pendek.

4.  Kurangnya Merangsang pencapaian kegiatan. Semakin dekat tujuan, semakin kuat motif untuk mencapainya. “Kedekatan tujuan” dapat dilakukan dengan membuat tujuan sementara, sebab mencapai tujuan sementara menyadarkan siswa dalam usaha mencapainya.

5.  Tidak adanya situasi persaingan. Pada umumnya dalam diri setiap individu ada usaha untuk menonjolkan diri atau ingin dihargai. Kecenderungan ini dapat disalurkan dalam persaingan sehat di mana guru menciptakan suasana setiap siswa giat berusaha.

6.  Kurangnya menumbuhkan Persaingan dengan diri sendiri. Siswa diberi tugas yang berbeda sehingga siswa itu sendiri yang akan melihat tugas mana yang paling baik hasilnya. Dengan demikian dia dapat mempergunakan upaya yang digunakan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang paling baik hasilnya.

7.  Kurang maksimalnya laporan hasil yang dicapai. Apabila telah selesai pekerjaan siswa maka beritahukan hasilnya sehingga dia semakin giat mencapainya lagi dengan lebih baik. Inilah keuntungan yang utama bila hasil pekerjaan diberitahukan pada setiap orang.

8.  Tidak adanya  contoh yang positif dari pendidik. Guru yang mengharapkan sesuatu dari siswanya harus juga memperlihatkan yang dimintainya itu terpancang dalam diri guru. Dengan demikian siswa menilai guru tersebut bekerja baik. Hal ini menimbulkan kegairahan belajar dalam diri siswa. Lebih jelasnya, seorang guru harus mempunyai strategi pendekatan yang mampu mempengaruhi siswa dalam belajar.[14]

BAB III SIMPULAN

Lembaga pendidikan, sebagai wadah tempat berkumpulnya agen-agen perubahan sosial dan segala perangkatnya, haruslah memiliki prinsip kebersamaan atau kerjasama yang baik antar lembaga dan anggota serta orang-orang yang berkepentingan di dalamnya, tanpa kerjasama yang baik, semua cita-cita yang menjadi tujuan berdirinya lembaga pendidikan ibarat asap yang terlihat tebal akan tetapi mudah sirna dengan sendirinya.

Pemerintah melalui Undang-undang Sisdiknasnya yang menitikberatkan cita-cita luhur pendidikan haruslah menjadi motivator pada pembentukan pribadi yang memiliki kecerdasan akal dan spiritual, dengan menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan dan kerjasama yang baik dengan elemen-elemen pendidikan itu sendiri.

Di negara tercinta kita saat ini, Rasa kemanusiaan menjadi satu-satunya kebutuhan utama yang diharapkan mayoritas masyarakat, karena hak mendapat pendidikan yang layak adalah hak dari semua warga negara. Pemerintah kiranya perlu melakukan evaluasi ulang terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan yang terkesan ekslusif dan hanya bisa dijangkau oleh orang-orang yang kaya saja, Sebagai bentuk rasa tanggung jawab dan kemanusiaan bagi seluruh warga.   Wallohu a’lam bi as-showab


DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Umar 2005 kurikulum dan pembelajaran, PT bumi aksara.jakarta cet 4

____________2005perencanaan pengajaran berdasar pendekatan sistem. PT bumi aksara.jakarta cet 3

Uhbiyah.Nur 1997. ilmu pendidikan islam. Pustaka setia. cet 2. Bandung.

Syalba.Ahmad 1994. at-tarbiyah wa at-ta’lim. Juz 5. maktabah nahdhoh misriyah.cet 10. Kairo.

Fatah Nanang,2004,landasan manajemen pendidikan.PT remaja rosdakarya bandung.

A. supratika.2006. mengugat sekolah. Universitas samanta dharma.

an-Naqib Abdurahman.1994.at-tarbiyah islamiyah al-mu’ashiroh.Daar al-fikr ‘arodhi.cet Kairo.

Ismail,Said 1992, al-ushul al-islami li at-tarbiyah, daar al-fikr al-‘aroby. Kairo.

Muhib bin syah.2005.psiko pendidikan. PT remaja rosdakarya. Bandung.

Footnote:


[1] Mahasiswa semester V Fak. Tarbiyah, jurusan. PAI.  STAI Ma’had Aly AL-HIKAM Malang

[2] Oemar hsmalik 2005 kurikulum dan pembelajaran, PT bumi aksara.jakarta cet 4 hal: 105

[3] Oemar hsmalik 2005perencanaan pengajaran berdasar pendekatan sistem. PT bumi aksara.jakarta cet 3 hal: 154

[4] Ibid. hal : 92

[5] Oemar hamalik log cit. hal:26

[6] Nur uhbiyah.1997. ilmu pendidikan islam. Pustaka setia. cet 2. Bandung. Hal: 21

[7] Oemar hsmalik log cit. hal:109

[8] Ahmad syalba.1994. at-tarbiyah wa at-ta’lim. Juz 5. maktabah nahdhoh misriyah.cet 10. Kairo. hal:256

[9] Nanang fatah,2004,landasan manajemen pendidikan.PT remaja rosdakarya bandung. Hal: 89

[10] A. supratika.2006. mengugat sekolah. Universitas samanta dharma. Hal: 15

[11] Abdurahman an-naqib.1994.at-tarbiyah islamiyah al-mu’ashiroh. Daar al-fikr ‘arodhi.cet 1. Kairo. Hal: 229

[12] Ibid. hal: 33

[13] Said ismail, 1992, al-ushul al-islami li at-tarbiyah, daar al-fikr al-‘aroby. Kairo. Hal: 51

[14] Muhibbin syah.2005.psiko pendidikan.PT remaja rosdakarya. Bandung. Hal: 132

40 Nasehat Memperbaiki Rumahtangga


Perhatian: Sebelum mendownload file di bawah ini, maka penting untuk mengisi “Buku Tamu” terlebih dahulu atau tinggalkan komentarnya. jzklh

File Download : e-40nasehat-pdf.zip

Rumah Adalah Nikmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.” (An-Nahl : 80)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kesempurnaan nikmatNya atas hambaNya, dengan apa yang Dia jadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan tempat tinggal mereka. Mereka kembali kepadanya, berlindung dan memanfaatkannya dengan berbagai macam manfaat”1.

Banyak sekali kegunaan rumah bagi seseorang. Ia adalah tempat makan, tidur, istirahat, dan berkumpul dengan keluarga, isteri dan anak-anak, juga tempat melakukan kegiatan yang paling pribadi dari masing-masing anggota keluarga. Allah berfirman :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. (Al-Ahzab :33)

Jika kita renungkan keadaan orang-orang yang tidak memiliki rumah, yakni orang-orang yang hidup di pengasingan, di emper-emper jalan serta para pengungsi yang terusir di perkemahan-perkemahan sementara, niscaya kita memahami benar nikmatnya ada di rumah.

Tentu kita akan terenyuh dan haru mendengar orang misalnya dia mengatakan : “Saya tidak punya tempat tinggal tetap, terkadang saya tidur di rumah si Fulan, terkadang di kedai kopi, kebun atau di pantai, lemari bajuku ada di dalam mobil.”Dengan demikian kitapun akan memahami makna keberserakan karena tidak memiliki tempat tinggal atau rumah.

Ketika Allah menyiksa orang-orang Yahudi Bani Nadhir, Allah mengambil dari mereka nikmat rumah ini, Allah mengusir mereka dari kampung halaman mereka. Allah berfirman : “Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung_kampung pada saat pengusiran pertama kali.”(Al-Hasyr:2)

Kemudian firmanNya : “Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2)

Pendidikan Anak Dalam Islam


Perhatian: Sebelum mendownload file di bawah ini, maka penting untuk mengisi “Buku Tamu” terlebih dahulu atau tinggalkan komentarnya. jzklh

File Download : e-didikanak-pdf.zip

Dan orang_orang yang berkata : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri_isteri kami dan keturunan kami kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” ( QS. Al-Furqan : 74 )

Hai orang_orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6 ).

“Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah)

Pendahuluan
Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul termulia, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Seringkali orang mengatakan: “Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat, tak ada seorangpun yang berpikir mengintervensi negara tersebut atau menganeksasinya karena kedigdayaan dan keperkasaannya” .

Dan elemen kekuatan adalah kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang terpenting dari ini semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi yang menjadipusat segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat dimanfaatkan, meskipun canggih, bila tidak ada orang yang ahli dan pandai menggunakannya. Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi mubadzir tanpa ada orang yang mengatur dan mendaya-gunakannya untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat.

Dari titik tolak ini, kita dapati segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu, pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan warga secara khusus agar mereka menjadi orang yang berkarya untuk bangsa dan berkhidmat kepada tanah air.

Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai predikat “umat terbaik”, sebagaimana dinyatakan Allah ‘Azza Wa lalla dalam firman-Nya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dariyang munkar… “. (Surah Ali Imran : 110).

Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : “Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang_orang yang sedang makan berkerumun disekitar nampan.”. Ada seorang yang bertanya: “Apakah karena kita berjumlah sedikit pada masa itu?” Jawab beliau: “Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian”. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, apakah maksud kelemahan itu?” Jawab beliau: “Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati”.

Nama-Nama Islami Untuk Anak Perempuan


Perhatian: Sebelum mendownload file di bawah ini, maka penting untuk mengisi “Buku Tamu” terlebih dahulu atau tinggalkan komentarnya. jzklh

File Download : puteri-pdf.zip

Nama adalah jatidiri seseorang yang dengannya dia dikenal. Dan bila ia adalah sebutan yang baik maka siapapun akan menyukainya, begitu pula sebaliknya. Dienul Islam, memberikan perhatian khusus tentang hal ini.

Mengenai pemberian nama, terdapat riwayat yang masih diperselisihkan para ulama hadits kualitasnya, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Darda’: “Sesungguhnya kalian akan dipanggil dengan nama kamu dan nama bapakmu pada Hari Kiamat nanti, maka dari itu pilihlah nama-nama yang baik bagimu”.

Diantara ulama hadits ada yang mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah); pendapat ini lebih kuat karena berdasarkan penelitian dan studi kritik hadits, ada juga yang mengatakan jayyid (bagus); seperti yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar, ada yang mengatakan hasan (di bawah kualitas shahih); seperti Ibnul Qoyyim.

Terlepas dari polemik tentang kualitas hadits tersebut, namun ada hadits lain yang shahih yang dapat disimpulkan mengarah ke makna tersebut : diantaranya;

a). Diriwayatkan dari al-Musayyib bin Hazn dari kakeknya yang berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “siapa namamu?”. ‘Hazn!’ (artinya; sedih-red) jawabku. Beliau bersabda: “tidak, namamu adalah Sahal سهل “. (artinya: Mudah-red). Kakekku berkata: ‘aku tidak akan merubah nama pemberian orangtuaku!. Sa’id bin al-Musayyib berkata: ‘Kami terus dirundung kesedihan sejak saat itu sampai sekarang” (H.R.Bukhari).

b). Diriwayatkan dari Muthi’ bin al-Aswar bin Haritsah, ia berkata: ‘saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada saat penaklukan kota Mekkah:”Tidak akan ada seorang Quraisy pun yang dibunuh secara keji setelah hari ini sampai hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang memeluk Islam dari kalangan orang jahat Quraisy kecuali Muthi’ مطيـع “. Nama aslinya adalah al-‘Aash (artinya: pelaku maksiat-red) lalu Rasulullah mengganti nama tersebut menjadi Muthi’ (artinya: Orang yang taat/patuh-red). (H.R. Muslim).

Oleh karena itu kita harus menghindarkan nama-nama yang jelek dan tidak Islami seperti nama yang ke-Barat-baratan.
Dapat disimpulkan dari hadits-hadits yang ada bahwa kita dianjurkan memberi nama anak dengan nama-nama yang baik dan apa yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut nampaknya hanya sebagai contoh saja dan spontanitas yang dialami oleh Rasulullah dimana, ketika beliau menjumpai nama yang tidak bagus lantas, menggantinya dengan yang bagus. Dalam hadits-hadits tersebut, dijelaskan bahwa nama yang paling disukai oleh Allah adalah ‘Abdullah dan Abdurrahman. (H.R.Muslim). Para ulama menyimpulkan bahwa penyebutan hanya dengan dua nama tersebut bukan dimaksudkan sebagai pembatasan. Karenanya boleh memberikan nama dengan Asma-Asma Allah lainnya akan tetapi dengan menambahkan kata ” ‘Abdu” di depannya.

Kriteria dalam memberi nama
Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam memberi nama, yaitu (1). Hendaklah memilih nama yang baik; (2). Memilih nama yang paling disukai atau mendekatinya; (3). Menjauhi nama_nama yang tidak disukai; dan (4). Tidak menamakan dengan nama_nama yang berindikasi syirik, seperti nama_nama sesembahan selain Allah; ‘Abdun Nabi, Abdu ‘Ali, ‘Abdul Ka’bah, Malikul mulk, Sayyidun Nas, Sayyidul Kulli, dan lain_lain.

Waktu pemberian nama
Waktunya adalah pada hari ketujuh dari kelahiran anak berdasarkan hadits Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap anak tergadai dengan ‘aqiqahnya, yang harus disembelih pada hari ketujuh setelah kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (H.R.Abu Daud).

Nama-Nama Islami Untuk Anak Laki-Laki


Perhatian: Sebelum mendownload file di bawah ini, maka penting untuk mengisi “Buku Tamu” terlebih dahulu atau tinggalkan komentarnya. jzklh

Download File : putera-pdf.zip

Nama adalah jatidiri seseorang yang dengannya dia dikenal. Dan bila ia adalah sebutan yang baik maka siapapun akan menyukainya, begitu pula sebaliknya. Dienul Islam, memberikan perhatian khusus tentang hal ini.

Mengenai pemberian nama, terdapat riwayat yang masih diperselisihkan para ulama hadits kualitasnya, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Darda’: “Sesungguhnya kalian akan dipanggil dengan nama kamu dan nama bapakmu pada Hari Kiamat nanti, maka dari itu pilihlah nama-nama yang baik bagimu”.

Diantara ulama hadits ada yang mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah); pendapat ini lebih kuat karena berdasarkan penelitian dan studi kritik hadits, ada juga yang mengatakan jayyid (bagus); seperti yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar, ada yang mengatakan hasan (di bawah kualitas shahih); seperti Ibnul Qoyyim.

Terlepas dari polemik tentang kualitas hadits tersebut, namun ada hadits lain yang shahih yang dapat disimpulkan mengarah ke makna tersebut : diantaranya;

a).  Diriwayatkan dari al-Musayyib bin Hazn dari kakeknya yang berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “siapa namamu?”. ‘Hazn!’ (artinya; sedih-red) jawabku. Beliau bersabda: “tidak, namamu adalah Sahal سهل “. (artinya: Mudah-red). Kakekku berkata: ‘aku tidak akan merubah nama pemberian orangtuaku!. Sa’id bin al-Musayyib berkata: ‘Kami terus dirundung kesedihan sejak saat itu sampai sekarang” (H.R.Bukhari).

b).  Diriwayatkan dari Muthi’ bin al-Aswar bin Haritsah, ia berkata: ‘saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada saat penaklukan kota Mekkah:”Tidak akan ada seorang Quraisy pun yang dibunuh secara keji setelah hari ini sampai hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang memeluk Islam dari kalangan orang jahat Quraisy kecuali Muthi’ مطيـع “. Nama aslinya adalah al-‘Aash (artinya: pelaku maksiat-red) lalu Rasulullah mengganti nama tersebut menjadi Muthi’ (artinya: Orang yang taat/patuh-red). (H.R. Muslim).

Oleh karena itu kita harus menghindarkan nama-nama yang jelek dan tidak Islami seperti nama yang ke-Barat-baratan.
Dapat disimpulkan dari hadits-hadits yang ada bahwa kita dianjurkan memberi nama anak dengan nama-nama yang baik dan apa yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut nampaknya hanya sebagai contoh saja dan spontanitas yang dialami oleh Rasulullah dimana, ketika beliau menjumpai nama yang tidak bagus lantas, menggantinya dengan yang bagus. Dalam hadits-hadits tersebut, dijelaskan bahwa nama yang paling disukai oleh Allah adalah ‘Abdullah dan Abdurrahman. (H.R.Muslim). Para ulama menyimpulkan bahwa penyebutan hanya dengan dua nama tersebut bukan dimaksudkan sebagai pembatasan. Karenanya boleh memberikan nama dengan Asma-Asma Allah lainnya akan tetapi dengan menambahkan kata ” ‘Abdu” di depannya.

Kriteria dalam memberi nama
Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam memberi nama, yaitu (1). Hendaklah memilih nama yang baik; (2). Memilih nama yang paling disukai atau mendekatinya; (3). Menjauhi nama_nama yang tidak disukai; dan (4). Tidak menamakan dengan nama_nama yang berindikasi syirik, seperti nama_nama sesembahan selain Allah; ‘Abdun Nabi, Abdu ‘Ali, ‘Abdul Ka’bah, Malikul mulk, Sayyidun Nas, Sayyidul Kulli, dan lain_lain.

Waktu pemberian nama
Waktunya adalah pada hari ketujuh dari kelahiran anak berdasarkan hadits Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap anak tergadai dengan ‘aqiqahnya, yang harus disembelih pada hari ketujuh setelah kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (H.R.Abu Daud).