Keutamaan Bulan Muharram (Syahrullah)


bulan muharramDalam agama Islam, perhitungan tahun baru Hijriyah, diawali dengan bulan Muharram yang dikenal oleh orang Jawa dengan sebutan bulan Suro. Dalam Islam bulan Muharram merupakan salah satu bulan diantara empat bulan yang dinamakan bulan haram.  Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala  :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِن أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. 9 : 36)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut ? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ . . . . .

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab  ( HR.Bukhari  dan Muslim )

Baca lebih lanjut

Zainab binti Muhammad


images (1)Zainab adalah putri tertua Rasulullah .. Rasulullah . telah menikahkannya dengan sepupu beliau, yaitu Abul ‘Ash bin Rabi’ sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, atau ketika Islam belum tersebar di tengah-tengah mereka. lbu Abul ‘Ash adalah Halah binti Khuwaylid, bibi Zainab dari pihak ibu. Dari pernikahannya dengan Abul ‘Ash mereka mempunyai dua orang anak: Ali dan Umamah. Ali meninggal ketika masih kanak-kanak dan Umamah tumbuh dewasa dan kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib. setelah wafatnya Fatimah.

Baca lebih lanjut

Hukum Khitan Wanita


Hukum Khitan Wanita

 ” Lima hal yang termasuk fitroh yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Bagi sebagian masyarakat khitan bagi anak laki-laki adalah sebuah perkara yang sangat wajar. Namun tidak demikian dengan khitan wanita, mereka masih menganggapnya tabu atau menjadi sebuah perkara yang sangat jarang dilakukan, bahkan oleh sebagian kalangan khitan wanita adalah tindakan kriminal yang harus dilarang, seperti yang diserukan oleh gerakan feminisme, LSM-LSM asing, Population Council, PBB, WHO dan lain-lainnya. Larangan khitan wanita juga diputuskan dalam Konferensi Kaum Wanita sedunia di Beijing China (1995).

Di Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa, kaum feminis telah berhasil mendorong pemerintah membuat undang-undang larangan sunat perempuan. Di Belanda, khitan pada perempuan diancam hukuman 12 tahun. Pelarang khitan perempuan juga pernah diterapkan di Negara Mesir yang nota benenya adalah Negara Islam. ( Muhammad Sayyid as-Syanawi, Khitan al-Banat baina as-Syar’I wa at-Thibbi, hal. 92-95 ).

Di Indonesia sendiri khitan wanita juga dilarang secara legal, dengan alasan bahwa Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri dari ketentuan WHO, dan karena khitan wanita dinilai bertentangan dengan HAM. Padahal mereka orang-orang Barat sengaja melarang khitan wanita dengan tujuan agar para wanita Islam tidak terkendalikan syahwat mereka, sehingga praktek perzinaan meluas dan terjadi di mana-mana, dan ini telah terbukti.

Bagamaimana sebenarnya hukum khitan wanita di dalam Islam, berikut keterangannya :

Pengertian Khitan

Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khotana “ yang berarti memotong. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit ( selaput ) yang menutupi ujung klitoris( preputium clitoris ) atau membuang sedikit dari bagian klitoris( kelentit ) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd.

Hukum Khitan Wanita.

Para ulama sepakat bahwa khitan wanita secara umum ada di dalam Syari’at Islam. ( al-Bayan min Al Azhar as-Syarif : 2/ 18 ) Tetapi mereka berbeda pendapat tentang satatus hukumnya, apakah wajib, sunnah, ataupun hanya anjuran dan suatu kehormatan. Hal ini disebabkan dalil-dalil yang menerangkan tentang khitan wanita sangat sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan ruangan bagi para ulama untuk berbeda pendapat. Diantara dalil-dalil tentang khitan wanita adalah sebagai berikut :

Pertama :

Hadist Abu Hurairah ra. bahwasanya Rosulullah saw bersabda :ِ

خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِب

” Lima hal yang termasuk fitroh yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Bagi yang mewajibkan khitan wanita mengatakan bahwa arti “ fitrah “ dalam hadist di atas perikehidupan yang dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh semua Syari’at, atau bisa disebut agama, sehingga menunjukkan kewajiban. Sebaliknya yang berpendapat sunnah mengatakan bahwa khitan dalam hadist tersebut disebut bersamaan dengan amalan-amalan yang status hukumnya adalah sunnah, seperti memotong kumis, memotong kuku dan seterusnya, sehingga hukumnya-pun menjadi sunnah.

Kedua :

Sabda Rasulullah saw :

إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (Hadist Shohih Riwayat Tirmidzi , Ibnu Majah dan Ahmad ).

Kelompok yang berpendapat wajib mengatakan bahwa hadist di atas menyebut dua khitan yang bertemu, maksudnya adalah kemaluan laki-laki yang dikhitan dan kemaluan perempuan yang dikhitan. Hal ini secara otomatis menunjukkan bahwa khitan wanita hukumnya wajib. Sedangkan bagi yang berpendapat khitan wanita adalah sunnah mengatakan bahwa hadist tersebut tidak tegas menyatakan kewajiban khitan bagi perempuan. ( Asy Syaukani, Nailul Author : 1/147 )

Ketiga :

Hadist Anas bin Malik ra, bahwasanya Rosulullah saw bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah :ُ

إذا خفضت فأشمي ولَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ

”Apabila engkau mengkhitan wanita potonglang sedikit, dan janganlah berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.”(HR. Abu Daud dan Baihaqi )

Bagi yang mewajibkan khitan wanita, menganggap bahwa hadist di atas derajatnya ‘Hasan “, sedang yang menyatakan sunnah atau kehormatan wanita menyatakan bahwa hadist tersebut lemah.

Keempat :

الختان سنة للرجال و مكرمة للنساء

“ Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita. “ ( HR Ahmad dan Baihaqi )

Ini adalah dalil yang digunakan oleh pihak yang mengatakan bahwa khitan wanita bukanlah wajib dan sunnah, akan tetapi kehormatan. Hadist ini dinyatakan lemah karena di dalamnya ada rawi yang bernama Hajaj bin Arthoh.

Dari beberapa hadist di atas, sangat wajar jika para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan wanita. Tapi yang jelas semuanya mengatakan bahwa khitan wanita ada dasarnya di dalam Islam, walaupun harus diakui bahwa sebagian dalilnya masih samar-samar. Perbedaan para ulama di atas di dalam memandang khitan wanita harus disikapi dengan lapang dada, barangkali di dalam perbedaan pendapat tersebut ada hikmahnya, diantaranya :

Bahwa keadaan organ wanita ( klitorisnya ) antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Bagi yang mempunyai klitoris yang besar dan mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan mebuatnya tidak pernah tenang karena seringnya kena rangsangan dan dikhawatirkan akan menjeremuskannya ke dalam tindakan yang keji seperti berzina, maka bagi wanita tersebut khitan adalah wajib.

Sedang bagi wanita yang klitoris berukuran sedang dan tertutup dengan selaput kulit, maka khitan baginya sunnah karena akan menjadikannya lebih baik dan lebih dicintai oleh suaminya sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist diatas, sekaligus akan membersihkan kotoran-kotoran yang berada dibalik klistorisnya. Adapun wanita yang mempunyai klitoris kecil dan tidak tertutup dengan kulit, maka khitan baginya adalah kehormatan. ( Ridho Abdul Hamid, Imta’ul Khilan bi ar-Raddi ‘ala man Ankara al-Khitan, hal. 21-22 )

Praktek Khitan di Masyarakat Dunia

Di tengah-tengah masyarakat, khitan wanita dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :

1/ Memotong sedikit kulit ( selaput ) yang menutupi ujung klistoris( preputium clitoris ). Cara ini dianjurkan dalam Islam, karena akan membersihkan kotoran-kotoran putih yang bersembunyi di balik kulit tersebut atau menempel di bagian klistorisnya atau yang sering disebut ( smegma ), sekaligus akan membuat wanita tidak frigid dan bisa mencapai orgasme ketika melakukan hubungan seks dengan suaminya, karena klistorisnya terbuka.

Bahkan anehnya di sebagian Negara-negara Barat khitan perempuan semacam ini, mulai populer. Di sana klinik-klinik kesehatan seksual secara gencar mengiklankan clitoral hood removal ( membuang kulit penutup klitoris )

2/ Menghilangkan sebagian kecil dari klistoris, jika memang klistorisnya terlalu besar dan menonjol. Ini bertujuan untuk mengurangi hasrat seks wanita yang begitu besar dan membuatnya menjadi lebih tenang dan disenangi oleh suami.

3/ Menghilangkan semua klitoris dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam ( labium minora ). Cara ini sering disebut infibulations. Ini dilarang dalam Islam, karena akan menyiksa wanita dan membuatnya tidak punya hasrat terhadap laik-laki.

Cara ini sering dilakukan di Negara-negara Afrika, begitu juga dipraktekan pada zaman Fir’aun, karena mereka mengira bahwa wanita adalah penggoda laki-laki maka ada anggapan jika bagian klitoris wanita di sunat akan menurunkan kadar libido perempuan dan ini mengakibatkan wanita menjadi frigid karena berkurangnya kadar rangsangan pada klitoris.

4/ Menghilangkan semua klistoris, dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam ( labium minora ), begitu juga sepasang bibir kemaluan luar ( labium mayora ). Ini sering disebut clitoridectomy ( pemotongan klitoris penuh ujung pembuluh saraf) Ini juga dilarang dalam Islam, karena menyiksa wanita.

Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa 97,6 % khitan di Mesir merujuk kepada model kedua, dan 1,6 % merujuk pada model pertama. Sedang model ketiga/ keempat hanya 4 % saja. ( DR. Maryam Ibrahim Hindi , Misteri dibalik Khitan Wanita, hal 17 dan 101 )

Di Indonesia sendiri praktek khitan pada wanita sering kali salah dalam tekniknya, karena cuma dilakukan secara simbolis dengan sedikit menggores klitoris sampai berdarah, atau menyuntik klitoris, atau bahkan hanya menempelkan kapas yang berwarna kuning pada klistoris, atau sepotong kunyit diruncingkan kemudian ditorehkan pada klitoris anak, bahkan di daerah tertentu di luar Jawa, ada yang menggunakan batu permata yang digosokkan ke bagian tertentu klitoris anak. Itu semua hakekatnya tidak atau belum dikhitan.

Sumber: http://www.ahmadzain.com

Empat Kiat Agar Hati Lebih Hidup


Muhammad bin Hasan bin ’Uqail Musa Al_Syarif dalam kitab Al_’Ibadaat Al_Qalbiyyah wa Atsaruhu fi Hayati Mu’minin mengatakan bahwa di antara kiat-kiat agar kita mendapatkan hati yang hidup (qalbun salim) adalah sebagai berikut:

1. Mengingat Allah

Manfaat dzikir tidak perlu diragukan. Orang yang berdzikir adalah orang yang hatinya tidak rusak dan tidak mati. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ” Permisalan orang yang mengingat Allah dengan orang yang tidak mengingat Allah adalah sebagaimana orang yang hidup dengan orang yang mati.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari]

2. Mengingat Kematian

Orang yang mengingat kematian akan sedikit berangan-angan, giat beramal shaleh, sehingga sedikit dosanya. Al_Imam Al_Hafizh Sa’id bin Jubair Al_Kufi – dibunuh oleh Hajjaj pada tahun 95 H – mengatakan, ” Andai hatiku tidak mengingat kematian, aku khawatir hatiku akan menjadi rusak.” [Lihat Nuzhalah Fudhala’ 1/393-396]

3. Berziarah Kubur

Ziarah kubur merupakan sunnah Nabi yang sudah ditinggalkan dan saat ini dilupakan oleh sebagian besar orang-orang shaleh bahkan umat Islam pada umumnya. Padahal ziarah kubur termasuk sarana yang paling efektif agar hati kita senantiasa hidup dan memiliki hubungan dengan Allah Ta’ala, Dzat yang mengetahui hal-hal yang ghaib. Oleh karena itu, ulama salafush shalih berantusias tinggi untuk melaksanakannya.

Safwan bin Salim – wafat pada tahun 132 H dalam usia 72 tahun – pernah hendak mendatangi Baqi’. Hal ini diketahui oleh seorang yang shaleh, karena itu ia lantas membuntutinya sambil bergumam, ” Aku hendak melihat apa yang ia lakukan.” Safwan lalu duduk di dekat sebuah kubur. Dia terus menangis hingga aku merasa kasihan kepadanya dan aku mengira bahwa kubur tersebut merupakan salah seorang anggota keluarganya. Suatu ketika yang lain, Safwan bin Salim melintas di dekatku. Aku pun lantas membuntutinya lagi. Dia lalu duduk di dekat kuburan yang lain. Di kuburan itupun beliau menangis sebagaimana terdahulu.

Hal ini diceritakan kepada Muhammad Al_Munkadir – lahir 30-an H dan wafat 130 H – ” Aku kira kubur itu merupakan kubur salah satu sanak keluarganya, komentarku.” Kata Ibnu Al_Mundakir, ” Semua penghuni kubur itu merupakan keluarga dan saudara-saudaranya, karena beliau adalah orang yang tersentuh hatinya karena mengingat orang-orang yang telah meninggal.” Hal ini beliau lakukan setiap kali hatinya hendak mengeras. [Lihat Nuzhalah Fudhala’ 1/395-397]

4. Mengunjungi Orang_Orang yang Shaleh dan Mengetahui Amal yang Mereka Kerjakan

Hal ini merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat. Jika tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka dengan mengunjungi orang-orang shaleh dan meminta izin kepada mereka melalui buku-buku yang menceritakan perjalanan hidup mereka, karena itu juga merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat.

Ja’far bin Sulaiman mengatakan bahwa setiap kali hatiku mulai mengeras, aku pergi pagi-pagi untuk menatap wajah Muhammad bin Wasi’ – Abu Bakar Al_Azdi Al_Bashri, salah seorang tokoh tabi’in dan wafat 123 H –. Wajah Muhammad bin Wasi’ seperti orang yang baru saja ditinggal mati oleh sanak keluarganya. [Lihat Nuzhalah Fudhala’ 1/526]

Saudaraku, salah satu kewajiban kita adalah selalu menjaga hati, jangan sampai terasuki was-was setan dan berbagai panyakit hati seperti riya’ dan syirik.

Agar hati kita lebih tersentuh lagi untuk senantiasa menjaga hati kita, simaklah perkataan Abu Hafs An_Nasaiburi mengatakan sebagai berikut, ” Aku jaga hatiku selama 20 tahun, akibatnya aku dijaga oleh hatiku selama 20 tahun.”

Subhanallah, dengan membaca dan memahami ucapan Abu Hafs An_Nasaiburi di atas, maka hati kita akan terkesimak bahwa ketika kita senantiasa menjaga hati dan menghidupkan hati kita, maka hati kita yang akan senantiasa menjaga kita siang dan malam dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasul_Nya, dan senantiasa melaksanakan perintah-perintah Allah dengan keikhlasan.

Selain melakukan hal-hal yang dapat menghidupkan hati kita, seperti yang telah disebutkan di atas. Sangat perlu sekali bagi kita juga untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak hati, karena hati itu bisa rusak sebagaimana badan bisa rusak.

Adupun pembahasan tentang hal-hal yang dapat merusak hati – insya Allah – akan penulis bahas dalam tulisan berikutnya dengan judul, ” Lima Perusak Hati.”

Akhir dari tulisan ini, marilah wahai jiwa yang mengaku cinta kepada Allah dan Rasul_Nya. Renungkanlah sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berikut ini, ” Ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama hati (qalbun).” [Hadist shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim]

Semoga tulisan yang sangat sederhana ini bernilai pahala di sisi Allah Ta’ala. Aamiin .. !!

Penulis,
Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I
Palembang – Sumatera Selatan
2 Muaharram 1429 H / 11 Januari 2008 M

Tiga Macam Hati Manusia


Hati adalah anugerah yang Allah subhanahu wa ta’ala karuniakan kepada manusia. Dengan hati manusia bisa mengenal dan mencintai Tuhannya, sekalipun telinga dan mata tiada sanggup meraih wujud_Nya. Baru di akhirat kelak, mata hamba-hamba Allah yang menjadi penghuni syurga berkesempatan untuk memandang wajah_Nya nan Agung dan Mulia.

Hati juga adalah pusat kebahagiaan. Bahagia atau sengsara bukan tergantung materi, gelar atau jabatan. Namun lebih tergantung pada seberapa besar ketenangan yang dirasakan oleh hati yang bersemayan di dalam dada.

Hati adalah saksi yang akan menyelamatkan atau membinasakan. Orang yang kembali kepada Allah dengan hati yang hidup berhak mendiami syurga yang luasnya seluas langit dan bumi. Allah subhanahu wa ta’ala befirman, ” Pada hari di mana tiada manfaat harta benda dan anak-anak, kecuali siapa yang datang dengan qalbun salim (hati yang selamat).” [QS. Asy_Syu’ara (26): 88-89]

Hati laksana cermin. Kita harus senantiasa tekun membersihkannya agar ia tetap bersih, terang, dan mengkilat. Hanya dengan membersihkan hati akan diraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Orang yang memiliki hati yang makin suci adalah orang yang paling mulia dalam pandangan Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ” Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian dalam pandangan Allah adalah yang paling bertaqwa.” [QS. Al_Hujurat (49): 13] Dengan demikian, hakekat taqwa adalah hati yang suci.

Karena hati itu disifati dengan hidup dan mati, maka hati manusia bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Hati yang Sehat

Hati yang sehat dalam arti benar-benar hidup. Hanya orang yang membawa hati inilah yang bisa mendapatkan keselamatan pada hari kiamat kelak. Hati ini disebut qalbin salim (hati yang bersih dan sehat) karena sifat bersih dan sehat benar-benar telah menyatu dalam hatinya.

Qalbun salim adalah hati yang terbebas dari godaan syahwat yang mengajak kepada kedurhakaan terhadap perintah dan larangan Allah, dan terbebas dari ranjau syubhat (racun pemikiran) sehingga bisa menerima semua berita yang disampaikan oleh_Nya. Hati tersebut hanya memberikan penghambaan kepada_Nya semata dan memberikan ketaatan kepada Rasul_Nya semata. Oleh karena itu, jika hati tersebut mencintai, maka ia mencintai karena Allah. Dan jika ia membenci, maka ia membenci karena Allah. Jika ia memberi atau tidak memberi, maka semuanya karena Allah subhanahu wa ta’ala.

Hati itu merasa terikat kuat untuk mengikuti dan tunduk kepada Rasul_Nya, tidak kepada ucapan atau perbuatan siapapun. Rasul menjadi hakim bagi dirinya dalam segala hal.

Ada ulama salafush shalih yang mengatakan bahwa semua perbuatan, sekecil apapun akan dihadapkan kepada dua pertanyaan, yaitu mengapa dan bagaimana.

Pertanyaan pertama, membahas tentang sebab, motivasi atau pendorong untuk melakukan suatu perbuatan. Apakah dilakukan untuk tujuan jangka pendek untuk kepentingan pelakunya dan orientasinya dunia semata, agar mendapatkan pujian dari orang lain, atau khawatir dengan celaan mereka ataukah motivasinya adalah menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba Allah Ta’ala.

Pertanyaan kedua, membahas seberapa jauh kita mengikuti Rasul dalam melakukan amal ibadah tersebut. Dengan kata lain, apakah perbuatan tersebut dituntunkan atau tidak.

Dengan demikian, pertanyan pertama berkenaan dengan keikhlashan, sedangkan pertanyaan kedua berkenaan dengan sikap mengikuti tuntunan Rasul_Nya.

2. Hati yang Mati

Hati yang mati, tiada kehidupan di dalamnya. Hati tersebut tidak menganal Tuhannya dan tidak menyembah_Nya sesuai dengan perintah_Nya. Hati tersebut bahkan selalu menuruti keinginan dan kesenangan nafsu, meskipun mendapatkan murka dan kebencian Allah Ta’ala. Semua itu tidak diperdulikannya, yang penting keinginannya bisa terwujud, baik Allah ridho atau murka. Hawa nafsu adaah pemimpinnya, keinginan syahwat adalah komandonya, kebodohan adalah penuntunnya, dan kelalaian dari mengingat Allah adalah kendaraannya. Hati ini terbuai dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi semata, mabuk oleh hawa nafsu, dan kesenangan sesaat.

3. Hati yang Sakit

Inilah hati yang hidup tetapi cacat, di dalamnya terdapat dua unsur yang saling tarik-menarik. Bila unsur kehidupan yang memenangkan pertarungan, maka terdapat di dalamnya kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlashan, dan tawakal kepada_Nya. Selain itu, di dalam hati ini juga terdapat rasa cinta kepada nafsu, dengki, sombong, bangga diri, dan lain sebaginya. Itulah unsur-unsur yang merusak hati.

Dengan demikian, dalam hati yang sakit terdapat dua penyeru, yang satu mengajak untuk taat kepada Allah dan Rasul_Nya, dan hari akhir. Sedangkan yang lain mengajak kepada kesenangan sesaat.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita ketahui bahwa hati yang pertama selalu tawadhu, lemah lembut, dan sadar. Hati yang kedua adalah kering dan mati. Sedangkan hati yang ketika adalah hati yang sakit. Hati seperti ini bisa menjadi lebih dekat dengan keselamatan dan bisa jadi lebih dekat kepada kehancuran.

Akhir dari tulisan ini, penulis berwasiat untuk kita semua. Sebagai seorang muslim, tentunya kita mendambakan hati yang hidup, yang selalu tawadhu, lemah lembut dan sadar. Bukan hati yang sakit, apalagi – na’uzdubillah – hati yang mati. Hati yang hidup adalah sebuah anugerah yang besar dari Allah Ta’ala. Sedangkan orang yang memiliki hati yang mati, maka ia sebenarnya telah mati sebelum waktunya, karena hidupnya di dunia ini tidak mengandung arti dan nilai lagi.

Semoga tulisan yang sangat sederhana ini bernilai ibadah di sisi Allah Ta’ala bagi penulis, pembacanya dan yang menyebarkannya. Dan semoga menjadi  jalan yang lurus agar kita senantiasa menata hati kita, sehingga menjadi qalbun salim. Aamiin .. !!

Penulis,
Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I
Palembang – Sumatera Selatan
2 Muharram 1429 H / 11 Januari 2008 M

Download Buku: Itikaf


Perhatian: Sebelum mendownload file di bawah ini, maka penting untuk mengisi “Buku Tamu” terlebih dahulu atau tinggalkan komentarnya. jzklh

Silakan Download File Di sini: itikaf-rtf.zip

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Yang memuliakan orang-orang yang ta’at, Yang mengampuni dosa orang-orang yang bertaubat. Shalawat dan salam atas Imam orang-orang yang bertaqwa dan sebaik-baik ahli ‘ibadah, Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam, wa ba’du:

Allah telah memuliakan umat ini dan memberikan karunia kepadanya dengan mendatangkan musim-musim yang penuh dengan kebaikan, pahala yang berlipat di dalamnya, yang mampu menyentuh hati serta mendorong manusia berbondong-bondong menyongsongnya untuk melakukan amal yang sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, orang yang hatinya hidup dalam menyongsong panggilan Allah dan memiliki semangat yang tinggi akan berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk mendapatkan keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya; dan ini merupakan bekal yang amat mulia. Allah berfirman: “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna.(88) kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih “ (89). [Q.s., asy-Syu’araa’:88-89]. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: “dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad”. (H.R.Muslim).

Salah satu dari musim-musim itu adalah bulan Ramadlan yang merupakan bulan penuh rahmat, bulan ‘ibadah dalam rangka mengoleksi pahala.

Dari bulan ini, terdapat suatu malam yang pahalanya lebih dari amal seribu bulan, yaitu Lailatul Qadr. Ia adalah malam yang penuh misteri untuk menggapainya, karena dalam banyak nash yang terkait dengan hal itu, tidak disebutkan secara spesifik kapan terjadinya walaupun di kalangan ulama, seperti Syaikhul Islam Ibn Taimiyah –berdasarkan beberapa dalil- menguatkan malam mulia itu terjadi pada malam ke dua puluh tujuh Ramadlan. Untunglah –atas hikmah Allah- terdapat penegasan bahwa ia ada pada sepuluh hari terakhir (al-Asyrul Awâkhir) dari bulan Ramadlan tersebut, lebih tepatnya lagi di malam-malam ganjil.

Tentunya kemisteriusan ini mengandung hikmah yang banyak sekali, diantaranya agar kaum Muslimin tidak hanya memfokuskan ‘ibadah hanya pada satu hari yang dinyatakan sebagai malam mulia itu sehingga spirit untuk beribadah tetap tinggi, khususnya pada sepuluh hari terakhir tersebut, terlebih lagi di malam-malam ganjilnya yang dipastikan Lailatul Qadr itu akan dapat diraih –atas idzin Allah-.

Dalam pada itu, banyak pula hadits-hadits yang mengungkapkan kriteria malam itu, intinya bahwa suasananya tidak seperti malam-malam biasa.

Bagi banyak kaum Muslimin, khususnya mereka yang memiiliki semangat ibadah yang tinggi guna meraih keridlaan Allah dan pahala berlipat akan selalu menyemarakkan bulan Ramadlan dengan ibadah-ibadah sejak dari datangnya bulan yang berkah ini, khususnya lagi pada sepuluh hari terakhirnya tersebut.

Dan salah satu upaya untuk lebih memfokuskan diri di dalam meraih Lailatul Qadr tersebut dan hampir dapat dipastikan bakal diraih bila diiringi dengan kesungguhan dan niat yang ikhlash adalah dengan cara melakukan i’tikaf.

I’tikaf merupakan ‘madrasah’ keimanan dan pendidikan serta salah satu syi’ar dari petunjuk Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Ia merupakan sarana bagi seorang hamba di dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan menyendiri bersama dirinya sendiri, menghabiskan waktunya dari satu ibadah ke ibadah yang lain. Tentunya, ia merupakan sarana yang tepat di dalam menambah keimanan dan berbuat kebajikan. Oleh karena itu, alangkah pantas dan layaknya kita untuk berantusias di dalam meraih kesempatan ini di dalam jalan menuju realisasi peribadahan kita kepada Allah dan penghambaan manusia terhadap Rabb manusia.

Dalam buku ini, penulisnya memaparkan secara panjang lebar tentang masalah I’tikaf dan kiranya –sepanjang yang kami ketahui- merupakan yang terlengkap dalam masalah terkait.

Indikasinya, bahwa tidak hanya dipaparkan pendapat-pendapat madzhab, tetapi juga sisi bahasa dan dalil-dalil dari nash-nash yang akurat plus pengarahan dan penjelasan sisi pendalilannya bila ia berupa nash al-Qur’an dan penilaian terhadap kualitasnya bila ia berupa hadits, baik dari sisi sanad maupun matan. Tidak hanya itu, penulis juga menanggapi dalil-dalil tersebut secara ilmiah, kritis dan objektif sehingga menambah kelengkapannya.

Semoga buku ini dapat bermanfa’at bagi para pembacanya dan menjadi perbendaharaan amal kelak di akhirat bagi penulisnya, amin.

Hukum Jual Beli Kredit Menurut Islam


Jual beli dalam fiqih Islam terkadang dilakukan dengan pembayaran kontan –dari tangan ke tangan–, dan terkadang dengan pembayaran dan penyerahan barang tertunda, hutang dengan hutang.

Terkadang salah satu keduanya kontan dan yang lainnya tertunda. Kalau pembayaran kontan dan penyerahan barang tertunda, maka itu disebut jugal beli as-Salm . Kalau penyerahan barangnya langsung dan pembayarannya tertunda, itu disebut jual beli nasi’ah.
Pembayaran tertunda itu sendiri terkadang dibayar belakangan dengan sekali bayar sekaligus. Terkadang di-bayar dengan cicilan, yakni dibayar dengan jumlah tertentu pada waktu-waktu tertentu. Itu disebut jual beli taqsit atau kredit. Kredit di sini merupakan cara memberikan pembayaran barang dagangan.

Bagaimana hukum jual beli yang demikian? Dapatkan segera artikel ini!

File Download kredit-rtf.zip

Bursa Saham Menurut Islam


Bursa adalah pasar yang di dalamnya berjalan usaha jual beli saham. Berkaitan dengan hasil bumi, juga melibatkan para broker yang menjadi perantara antara penjual dengan pembeli.
Target bursa adalah menciptakan pasar simultan dan kontinyu dimana penawaran dan permintaan serta orang-orang yang hen-dak melakukan perjanjian jual beli dipertemukan. Tentunya semua itu dapat menggiring kepada berbagai keuntungan yang sebagian diantaranya akan penulis paparkan sebentar lagi.

Namun di sisi lain juga mengandung banyak sekali unsur penzhaliman dan kriminalitas, seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli jual beli, memakan uang orang dengan batil, mempermainkan/berspekulasi dengan orang dan masyarakat. Karena disebabkan oleh bursa itu, banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang hancur terpuruk dalam pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran akibat gempa bumi atau bencana alam lainnya! Dapatkan segera artikel ini sehingga permasalahan tentang bursa dapat kita mengerti dengan jelas, insya Allah!

Untuk Download File Klik Di siniBursa.zip

Bimbingan Islam Untuk Pribadi dan Masyarkat


Download File Klik : bimbing-islam.zip

Isi artikel ini bertujuan memperbaiki pribadi setiap mus-lim, sehingga bisa melaksanakan Islam dengan sebaik-baiknya. Perbaikan yang dimaksud, adalah sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana yang dipahami oleh para as-Salafush Shalih. Pembahasan Artikel ini menyentuh hampir semua persoalan prinsip ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap muslim, baik sebagai pribadi maupun masyarakat. Selamat membaca!

Kemunduran Umat Islam


File Download : kemunduran.zip

Suatu hal yang sudah diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, demikian juga oleh sebagian besar non-muslim, bahwa umat dan daulah Islam terdahulu adalah bangsa yang paling kuat dan mulia di belahan dunia, sekalipun mereka adalah penduduk minoritas di atas muka bumi ini. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun dalam waktu yang panjang, tanpa ada seorangpun yang menentang tentang hal ini. Adapun sekarang! Telah berubah menjadi negara-negara Islam yang kecil, lemah, buminya di serang, sebagian besar dirampas di bawah penjajahan pemikiran dan kekuatan pasukan, menjadi ekor bagi bangsa di luar Islam. Mengapa dapat terjadi hal demikian itu? Dapatkan artikelnya segera!!