Shalat Sunnah Yang Berkaitan Dengan Sebab Tertentu


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qahthani dalam kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhailu wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati mengatakan bahwa shalat_shalat yang berkaitan dengan sebab_sebab tertentu adalah :

1. Shalat Sunnah Tahiyatul Masjid

Menurut pendapat yang benar bahwa hukum shalat sunnah tahiyatul masjid adalah sunnah muakkad bagi orang yang masuk masjid kapan saja. Dasarnya adalah hadits Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu masuk masjid, hendaknya ia melakukan ruku’ (shalat) dua rakaat sebelum duduk.” Dalam lafaz lain disebutkan, “Apabila seseorang di antara kalian masuk masjid, janganlah ia duduk sebelum shalat dua rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Ash_Shalah, hadits no. 444; dan diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 714]

Demikian juga berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdullah bahwa ada seseorang yang bernama Sulaik Al_Ghathfani pada hari Jumat datang ke masjid, dan pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhuthbah. Ia langsung duduk, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Hai Sulaik, bangun dan shalatlah dua rakaat, dan perpendeklah kedua rakaat itu.” Kemudian beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu datang di hari Jum’at sementara imam sedang berkhuthbah, hendaknya ia shalat dua rakaat, dan hendaknya ia mempering kas kedua rakaatnya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Al_Jumu’ah, hadits no. 830 dan 931; dan diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al_Jumu’ah, hadits no. 59]

Perintah untuk melakukan shalat Tahiyatul Masjid memberikan pelajaran tentang hakikat wajibnya melakukan tahiyat (penghormatan) terhadap masjid dengan melakukan shalat sunnah tahiyat, dan larangan itu menunjuk kan diharamkannya meninggalkan shalat tersebut. Namun para ulama berbeda pendapat tentang apakah hal itu wajib atau hanya disunnahkan. Yang benar – insya Allah – bahwa hukumnya adalah sunnah muakkad.

Imam An_Nawawi berkata, “Hadits itu mengandung anjuran untuk shalat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat dan hukumnya adalah sunnah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Hadits itu juga meng andung anjuran untuk melakukan tahiyatul masjid itu di segala waktu.” [Lihat An_Nawawi, Syarah Muslim, hal. V/233; lihat juga Muhammad Asy_Syaukani, Nailul Authar, hal. II/260]

2. Shalat Sunnah Sesudah Wudhu

Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidaklah setiap muslim yang berwudhu dengan sebaik_baiknya, kemudian ia bangkit melakukan shalat dua rakaat dengan sepenuh hati dan jiwanya, melainkan pasti akan masuk surga.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Ath_Thaharah, hadits no. 234]

Adapun hukum shalat sunnah sesudah wudhu adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang ditekankan untuk dilakukan di segala waktu, baik siang maupun malam hari. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Bilal pada waktu shalat Shubuh, “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku sebuah amalan yang paling diharapkan pahalanya yang telah engkau kerjakan dalam Islam. Karena aku mendengar suara terompamu di hadapanku di surga (dalam mimpi tadi malam).” Bilai berkata, “Aku tidak pernah mengamalkan amalan yang lebih memiliki harapan pahala selain kebiasaanku bila setiap kali berwudhu di siang maupun malam hari, pasti shalat dengan wudhu itu sebatas yang mampu aku lakukan.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_ Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab At_Tahajjud, hadits no. 1149; dan diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Fadhailush Shahabah, hadits no. 2458]

Imam An_Nawawi berkata, “Hadits ini mengandung penjelasan tentang keutamaan shalat sunnah sesudah wudhu, bahwa hukumnya adalah sunnah, dan itu boleh dilakukan di waktu terlarang, yaitu ketika matahari terbit, di waktu istiwa, ketika matahari tenggelam, sesudah shalat shubuh, dan sesudah shalat ashar. Karena shalat sunnah sesudah wudhu termasuk shalat yang memiliki sebab tertentu.” [Lihat An_Nawawi, Syarah Muslim, hal. XV/246; dan lihat juga Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani, Fathul Bari, hal. III/35]

Penulis berkata, “Hadits ini secara tegas menjelaskan bahwa shalat sunnah sesudah wudhu ini boleh dilakukan kapan saja, baik pada waktu siang maupun malam hari.”

3. Shalat Sunnah Istikharah

Dalil shalat sunnah istikharah ini adalah hadits dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu mengajarkan kepada kami untuk beristikharah (meminta pilihan dari Allah) dalam segala urusan, sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami surat Alquran. Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antaramu berniat melakukan satu urusan, hendaklah ia shalat sunnah dua rakaat, kemudian berdoa, :

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan dengan ilmu_Mu, meminta kekuasaan dengan kekuasaan_Mu, serta memohon dari keutamaan_Mu yang paling agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sementara kami tidak punya kuasa; sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui, sementara kami tidak memiliki ilmu apa_apa. Sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Mengetahui yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini – kemudian hendaklah ia menyebutkan bentuk urusan tersebut – baik bagiku, agamaku, kehidupanku dan akhir dari urusan_urusanku yang cepat ataupun yang lambat, takdirkanlah dan mudahkanlah bagiku, kemudian berikanlah keberkahan bagiku dalam urusan ini. Namun apabila urusan ini jelek bagiku, bagi agamaku, bagi kehidupanku dan bagi akhir dari urusan_urusanku yang cepat maupun yang lambat, maka jauhkanlah dariku, dan jauhkanlah diriku darinya, kemudian takdirkanlah bagiku kebaikan manapun berada, setelah itu berikanlah keridhaan_Mu kepadaku.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab At_Tahajjud, hadits no. 1162; juga dalam kitab As_Sa’awat, hadits no. 6382]

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah lebih memilih pendapat yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh melakukan shalat istikharah di waktu larangan bila berkaitan dengan urusan yang bila ditangguhkan ke waktu lain (yang bukan waktu larangan shalat) akan tertinggal. [Lihat Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, hal. XXIII/215; dan kitab Al_Ikhtiyarat Al_Fiqhihiyyah, hal. 101]

4. Shalat Sunnah Taubat

Hukum shalat sunnah taubat adalah sunnah. Dasarnya adalah hadits dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan, Aku adalah seorang laki_laki yang mempunyai kebiasaan bila mendengar sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung kuambil manfaatnya sebisaku. Namun bila aku mendengarnya melalui salah seorang sahabat beliau, maka aku akan meminta ia bersumpah. Apabila ia sudah bersumpah, aku akan mempercayainya. Abu Abar Ash_Shiddiq telah menceritakan sebuah hadits kepadaku dan sungguh benar apa yang diceritakan oleh Abu Bakar. Ia menceritakan, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ber sabda, “Tidaklah setiap hamba yang berbuat dosa, lalu berwudhu dengan baik kemudian berdiri melakukan shalat dua rakaat, setelah itu ia memohon ampunan kepada Allah, melainkan pasti akan Allah ampuni dosa_dosanya.”

Kemudian beliau membaca ayat berikut: “Dan (juga) orang_orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa_dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” [QS. Ali Imran (3): 135]

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah memilih pendapat yang menyatakan bahwa shalat sunnah taubat tersebut boleh juga dilakukan termasuk dalam waktu larangan. Karena shat taubat itu wajib dilakukan secara langsung. Dan sang pelaku dosa akan terus terbebani dosa hingga ia shalat sunnah taubat dua rakaat. [Lihat Ibnu Taimiyah, Fatawa Syaikul Islam Ibnu Taimiyah, hal. XXIII /215]

5. Shalat Sunnah Datang dari Bepergian

Seorang muslim ketika datang dari bepergian, hendaklah shalat sunnah dua rakaat di masjid sebelum ia pulang ke rumahnya. Dasarnya adalah hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli seekor unta dariku. Ketika beliau pulang dari bepergian kembali ke kota Madinah, beliau memerintahkan diriku untuk masuk masjid dan shalat sunnah dua rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Ash_ Shalah, hadits no. 443; dan diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 72]

Dari Kaab bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah kembali dari bepergian kecuali di waktu Dhuha di siang hari. Bila pulang, beliau pertama kali datang ke masjid dan shalat sunnah dua rakaat, kemudian duduk. [Hadits shahih, diriwayat kan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Imam An_Nawawi berkata, “Hadits_hadits di atas mengandung anjuran untuk shalat sunnah dua rakaat di masjid bagi orang yang pulang dari bepergian ketika pertama kali datang. Shalat itu dimaksudkan untuk yang pulang dari bepergian, bukan sebagai shalat sunnah Tahiyatul masjid. Hadits_hadits terdahulu secara tegas menunjukkan hal itu. Hadits_hadits tersebut juga mengandung ajaran untuk datang dari bepergian di awal siang. Bagi orang yang memiliki kehormatan atau pangkat atau orang yang banyak dibutuhkan orang banyak meski sekedar untuk menyalaminya dianjurkan untuk duduk terlebih dahulu sepulang bepergian di dekat rumahnya yang menyolok agar mudah dikunjungi, baik itu di masjid atau di tempat lain.” [Lihat An_Nawawi, Syarah Muslim, hal. V/236; dan lihat juga Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani, Fathul Bari, hal. I/537]

Demikianlah beberapa shalat sunnah yang dilakukan karena berkaitan dengan sebab_sebab tertentu. Mudah_mudahan Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa memberi kan kita kekuatan untuk dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari_hari. Aamiin !!!