Rhenald Kasali : IQ Saja Tidak Cukup


Depok, Rabu (3 Maret 2010)–Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia Rhenald Kasali menyampaikan, untuk meraih keberhasilan dalam hidup tidak cukup dengan mengandalkan IQ (intelligence quotient). Dia juga mengemukakan, menurut beberapa studi, talenta hanya merupakan potensi. Salah besar kalau hanya mengandalkan potensi itu sebagai IQ.

Menurut Rhenald, talenta akan menjadi suatu kenyataan, suatu yang dapat digunakan, jika seseorang berhasil memperoleh pegangan kehidupan, pekerjaan, profesi, maupun segala sesuatu yang bersifat nonmaterial. “IQ saja belum cukup karena itu hanyalah sekedar talenta,” katanya saat memberikan paparan pada Rembuk Nasional Pendidikan 2010 di Pusdiklat Kementerian Pendidikan Nasional, Depok, Jawa Barat, Rabu (3/3/2010).

Rhenald mengatakan, adalah tugas universitas untuk menyelaraskan talenta dengan kesempatan. Tugas universitas untuk menjembatani keduanya. “Mahasiswa punya talenta, bakat, kemudian kita juga lihat pasar yang menginginkan, ” ujarnya.

Rhenald berpendapat, enterpreneur bukan sekedar mencetak businessman dan usahawan, yang kaitannya dengan transaksi finansial. Enterpreneur sifatnya generik. Dia menyebutkan, ada tiga komponen penting dalam enterpreneur, yakni social enterpreneur, business enterpreneur, dan performance enterpreneur. “Orang di kampung yang kami latih supaya confidence ternyata sekarang menjadi lebih efektif dalam belajar. Yang penting ada kreativitasnya karena buah atau esensi dari enterpreneurship itu adalah kreativitas, ” katanya.

Rhenald mengemukakan, studi yang dilakukan oleh penulis Malcolm Gladwell, terungkap bahwa tidak seorang pun penerima nobel  bidang Kimia dan Kedokteran yang memiliki IQ di atas 150 atau jenius. “Orang-orang yang genius itu tidak menemukan pintunya,” katanya.

Pengetahuan, lanjut Rhenald, adalah satu hal yang diberikan di dunia pendidikan, tetapi kalau tidak menemukan ‘pintunya’ maka tidak akan pernah berhasil. Sebaliknya orang-orang yang memiliki talenta terbatas, tetapi mencari ‘pintu’ maka akan menemukan ‘pintunya’ dan akan berhasil. “Akhirnya dia akan memperoleh happiness dalam karir, keluarga, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Indonesian Confrence on Children with Special Needs-Multi Perspectives on Inclusion


Jakarta, – Direktorat  Jenderal Pendidikan  Tinggi (Ditjen  DIKTI), Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia berkolaborasi dengan IndoCARE (Indonesia Centre for Autism Resource and Expertise) mengadakan konferensi pers di gedung DIKTI Kemendiknas, Jakarta, dengan narasumber Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Muchlas Samani dan Chairman of Indocare, Juny Gunawan, Senin (1/3) Sore.

Dalam keterangan pers wamendiknas menyampaikan, “Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan memperbanyak keberadaan sekolah inklusi. Saat ini terdapat 811 sekolah inklusi dengan 15.144 siswa. Mereka yang belajar di sekolah inklusi adalah gabungan siswa normal pada umumnya dan siswa berkebutuhan khusus,” katanya.

“Indonesia melakukan pendidikan yang mengarah kepada inclusive educationdengan memasukkan sebanyak mungkin potensi anak dengan kebutuhan khusus ke dalam sistem sekolah formal,” kata Fasli.

Fasli menyampaikan, meskipun anak-anak ini memerlukan kebutuhan khusus, tetapi kalau dimasukkan bersama-sama anak-anak normal lainnya justru lebih cepat kesembuhannya. Anak itu, kata dia, merasa tidak terasing dan bisa mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya di sekolah inklusif. “Anak-anak normal, keluarga, dan guru, juga makin tahu bagaimana melayani anak berkebutuhan khusus ini. Akan kita kembangkan di seluruh provinsi dan masuk ke kabupaten dan kota,” ujarnya.

Kemendiknas, kata Fasli, akan berupaya memberikan penyadaran kepada guru dan kepala sekolah agar tidak melihat keberadaan siswa berkebutuhan khusus di sekolahnya sebagai beban. Menurut dia, hal ini adalah tugas mulia yang harus diemban. “Justru mereka yang seharusnya terpanggil bagaimana memberikan akses pendidikan yang bermutu kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus ini. Mudah-mudahan orang tua dan pengambil kebijakan seperti DPR dan DPRD juga menuntut supaya pelayanan publik untuk anak-anak ini jangan sampai menjadi kelas dua dan sama dengan anak-anak yang lain,” katanya.

Fasli menyampaikan, Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi tentang anak dengan kebutuhan khusus atau Indonesian Conference on Children with Special Needs. Acara yang akan diselenggarakan pada 11-12 Maret 2010 ini terbuka bagi guru, orang tua, dan tokoh-tokoh masyarakat di seluruh Indonesia. “Seminar akan membahas dari multi perspektif baik dari sisi keilmuan dari sudut psikologi, pedagogi, kesehatan, dan gizi maupun juga dari orangnya, ada orang tua, tokoh
masyarakat, guru, birokrasi, dan legislatif,” katanya.

Untuk mengembangkan sekolah inklusi ini, kata Fasli, pemerintah akan memperbaiki sistem pelatihan guru, mengembangkan Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa (P4TK TK dan PLB) di Bandung, Jawa Barat, dan memberikan insentif bagi sekolah-sekolah yang mau mencanangkan dirinya menjadi sekolah inklusif. “Sekolah bisa melakukan pelatihan lokal. Pelatihnya bisa outsource, tapi dananya kita berikan ke sekolah,” katanya.

Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Muchlas Samani, menyampaikan, guru-guru yang sekolahnya berminat menjadi sekolah inklusi akan diberikan pelatihan khusus. Selain itu, akan ada pembimbing khusus yang akan mengajar dari satu kelas ke kelas lainnya. “Harapannya makin banyak sekolah yang mau menerima anak-anak yang punya kebutuhan khusus,” katanya.

Pengurus Indocare, Juny Gunawan, mengatakan, pelatihan praktis diberikan kepada guru dan terapis. Selain itu, ada modul pelatihan bagi pendamping yang mengasuh. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang khusus menangani anak-anak autis usia 2-8 tahun ini juga akan melibatkan lulusan SMK Sosial untuk dibina dengan modul-modul vokasional menjadi guru di rumah. “Nanti lama-lama akan jadi guru di sekolah atau menjadi shadow teacher,” katanya.

Paradigma Gender Harus Digeser


Jakarta, Rabu (24 Februari 2010)–Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menegaskan, paradigma masyarakat tentang gender harus digeser. Menurutnya, laki-laki dan perempuan adalah sama. Hal ini yang melatarbelakangi perlunya dilakukan pengarusutamaan gender.

“Paradigma itu, ideologi itu, harus bergeser. Pendidikan itu untuk semua dan kehidupan itu juga untuk semua,” kata Mendiknas usai membuka Lokakarya Pengalaman Terpetik Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Kemendiknas, Jakarta, Rabu Malam (24/2/2010).

Gender adalah konsep budaya yang diberikan pada seseorang karena ia terlahir dengan jenis kelamin tertentu. Sebagai akibat dari suatu proses kebudayaan, maka ada perbedaan perlakuan antara laki-laki dengan perempuan dalam peranan sehari-hari, yang kemudian menjadi stereotype tertentu di dalam masyarakat.

Dengan pemahaman bahwa gender adalah konsep di dalam kebudayaan masyarakat, ditambah merupakan hasil dari pemikiran kebudayaan masyarakat, gender itu dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman.

Mendiknas mengungkapkan, fakta bias gender terjadi di berbagai sisi kehidupan masyarakat seperti di dunia akademik, jabatan, dan karir. Kelompok-kelompok perempuan, kata Mendiknas, kurang bisa berpartisipasi di dalam ikut serta membangun bangsa. “Ini faktanya memang demikian. Bisa jadi karena memang sejarah panjang bahwa perempuan secara ideologinya berada pada garis belakang. Oleh karena itu kenapa dilakukan pengarusutamaan (gender),” ungkapnya.

Sementara, kata Mendiknas, di bidang pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah kesetaraan gender sudah bagus. Hampir seluruh anak baik laki-laki maupun perempuan mengakses dunia pendidikan. Namun, lanjut Mendiknas, pada jenjang pendidikan tinggi usia 18-23 tahun mulai berkurang. Hal ini, kata Mendiknas, disebabkan pada usia tersebut mulai terjadi proses pernikahan. “Ujung-ujungnya tidak sekolah. Bagaimana mau sekolah wong sudah hamil? Paradigma ini yang harus digeser,” katanya.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari mengatakan, pengarusutamaan gender dilakukan agar pemerintah dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam memproduksi kebijakan, program, kegiatan yang adil dan responsif gender kepada rakyatnya, baik perempuan dan laki-laki.

Selain itu, lanjut Linda, kebijakan dan pelayanan publik, serta program dan perundang-undangan yang adil dan responsif gender akan membuahkan manfaat yang adil bagi semua rakyat perempuan dan laki-laki. “Keberhasilan pelaksanaan pengarusutamaan gender memperkuat kehidupan sosial, politik, dan ekonomi suatu bangsa,” katanya.

Lebih lanjut Linda mengatakan, anggaran responsif gender diperlukan. Dia mengungkapkan, selama ini ada anggapan yang salah tentang anggaran responsif gender. “Bukan anggaran dibagi 50 persen untuk laki-laki dan 50 persen untuk perempuan atau penyisihan anggaran lima persen. Bukan juga penambahan unsur baru dalam anggaran, tetapi bagaimana anggaran responsif gender terjadi di semua program,” katanya.***

Mendiknas, Buka Edukasi Kompas Gramedia Fair


JAKARTA, — Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh membuka secara resmi pameran edukasi Kompas Gramedia Fair Jakarta dengan tema “Books is The Power of Happiness”, yang digelar di Istora Gelora Bung Karno Senayan Jakarta, Selasa (23/2) siang.

Mendiknas dalam sambutannya mengatakan, pengembangan keterjangkauan pendidikan terkait dengan biaya pendidikan mulai dari biaya langsung
seperti SPP sampai dengan uang saku. Oleh karena itu, kata Mendiknas, mengembangkan buku yang murah adalah bagian dari membangun keterjangkauan. “Kita pun akan bekerjasama dengan para penerbit untuk memproduksi dan mencetak buku-buku yang bisa terjangkau,” katanya.

Lanjutnya, buku adalah suatu hal yang luar biasa, buku adalah gudang ilmu dan buku adalah guru kehidupan.”Ada tiga guru, kehidupan itu sendiri, orang-orang yang bijak, dan siapa saja bisa jadi guru, memberi inspirasi bagi orang lain,” katanya.

Mendiknas juga menyampaikan usai membuka pameran, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan merintis taman bacaan
masyarakat (TBM) berbasis masyarakat di pusat perbelanjaan atau mall. Sarana pendidikan untuk menjangkau para pengunjung mall ini mengusung
branding TBM@mall.

Pada kesempatan sama, Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal (Dir Dikmas Ditjen PNFI) Kemendiknas Ella Yulaelawati, menambahkan, fasilitas ini akan dilengkapi dengan kid corner atau pojok anak sebagai balai belajar bersama. Selain itu, dapat dijadikan sebagai galeri untuk anak-anak yang belajar di luar sekolah memajang hasil karyanya. “Murid sekolah rumah yang belajar di komunitas home schooling bisa pajangkan karyanya di situ dan juga bisa untuk anak-anak usia dini untuk belajar. Jadi segala bentuk pembelajaran yang lebih instan,” katanya.

Pemilihan buku-buku koleksi TBM@mall disesuaikan gaya hidup para pengunjung mall. Buku-bukunya bersifat lebih instan, menarik, dan berisi rujukan-rujukan informasi untuk pembelajaran sepanjang hayat. “Di samping itu kita juga memahami ada komunitas-komunitas khusus. Bukan berarti hanya memikirkan untuk komunitas gaya hidup mall itu,
tetapi kita juga akan melengkapi dengan TBM untuk di tempat tunggu sopir,” ujarnya.

Ella menyebutkan, rintisan TBM@mall akan dimulai di lima pengelola pusat perbelanjaan di Jakarta. Selain itu, kata dia, akan dirintis pula di Serang, Banten dan Makassar, Sulawesi Selatan. “Kita akan ada MoU dengan pengelola pusat perbelanjaan dan sedang akan dirintis,” katanya.

Kemendiknas, kata Ella, akan memfasilitasi dalam bentuk dana stimulan dan bekerjasama dengan sponsor. Dia menyebutkan, untuk rintisan TBM
disediakan dana hibah Rp 70 juta, sedangkan jika dilengkapi dengan pembelajaran komunitas dan aktivitas-aktivitas lain disediakan dana Rp 200 juta, ujarnya.

Mengenai kriteria mall, Ella mengatakan tidak ada kriteria khusus. Hanya, dibutuhkan mall yang berkomitmen dan memiliki pengurus yang mampu mengelola taman bacaan tersebut.

Sampai saat ini, kata Ella, di Jakarta baru lima mall yang setuju bekerjasama dengan Kemendiknas membuat taman bacaan. Mengenai kapan
pastinya taman bacaan tersebut diresmikan, Ella menjawab, “Insya allah saat Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional).

Tingkatkan Kualitas Pengangkatan Guru Besar, Kemendiknas Bentuk ‘Peer Group’


Jakarta, Jumat (19 Februari 2010)–Untuk meningkatkan kualitas dalam proses pengangkatan guru besar, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) membentuk ‘peer group’. Rencana untuk meninjau ulang sistem evaluasi untuk persetujuan pemberian status guru besar ini telah dimulai sejak dua bulan yang lalu.

Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh saat memberikan keterangan pers di Kemendiknas, Jakarta, Jumat (19/2/2010).

“Kementerian ini tidak punya tangan sampai ke bawah, yang punya tangan sampai di bawah itu kan para perguruan tinggi masing-masing baik negeri maupun swasta. Oleh karena itu, kita ingin mengembangkan semacam peer group dengan bidang keilmuan yang lebih tajam, sehingga setiap ada karya ilmiah yang diajukan oleh seseorang untuk mendapatkan jenjang yang tinggi sudah direview terlebih dulu oleh peer group,” kata Mendiknas.

Mendiknas mengatakan, saat ini sudah ada tim penilai yang keberadaannya akan diperketat lagi. Tim ini, lanjut Mendiknas, tidak hanya menilai dari aspek administrasi semata, tetapi akan dipertajam  sampai ke aspek akademik keilmuannya. “Dengan penguatan peer group ini, satu urusan keilmuannya sudah bisa lebih diperketat, lebih difilter, lebih disaring di (tingkat) di perguruan tinggi masing-masing. Baru setelah itu naik ke kementerian, ” katanya.

Setelah sampai di Kementerian, lanjut Mendiknas, keberadaan tim penilai angka kredit yang sudah ada akan diperkuat lagi, sehingga double. “Disaring baik di tingkat perguruan tingginya maupun di tingkat kementerian, ” ujarnya.

Mendiknas menyambut baik atas banyaknya keinginan untuk meraih status guru besar. Saat ini, kata Mendiknas, kebutuhan akan guru besar memang banyak. Mendiknas menilai wajar atas meningkatnya peminat untuk menjadi guru besar. “Jumlah doktor sekarang juga naik pesat, sehingga persyaratan dasarnya sudah bisa dipenuhi,” katanya.

Mendiknas menyebutkan, pada 2009 jumlah pemohon untuk guru besar pada perguruan tinggi negeri (PTN) sebanyak 986 orang, yang lolos 286. Lebih lanjut Mendiknas menyebutkan, jumlah guru besar pada 2008 sebanyak 3.439 orang untuk PTN, sedangkan perguruan tinggi swasta 512 orang. “Tahun 2009 jumlah guru besar di PTN 3.662 orang naik kira-kira sekitar 200 an guru besar, yang di PTS 573 orang. Jumlah dosen PTN 75.000 orang,” katanya.

Mendiknas berharap, program percepatan yang dilakukan Kemendiknas cq Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tidak mengalami penyimpangan- penyimpangan dalam prosesnya.

Kemendiknas Gelar RDP dengan Komisi I DPR RI


Jakarta, Kementerian pendidikan Nasional (Kemendiknas) dalam rangka Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kementerian Pendidikan Nasional, Dodi Nandika bersama 11 Instansi pemerintah dengan anggota komisi I DPR RI tentang Evaluasi Kinerja dan Keberadaan Atase Teknis di Luar Negeri yang dilaksanakan pada Kamis, (17/02) pekan lalu.
RDP ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Kerja pada tanggal 13 Desember antara Komisi I DPR RI dengan Kementerian Luar Negeri yang sebelumnya membahas mengenai keberadaan Atase Pertahanan dan Atase Teknis yang memutuskan bahwa akan menjadwalkan RDP dengan Sesjen-Sesjen Kementerian yang mempunyai atase teknis dan perwakilan RI diluar negeri.

Tujuan RDP kali ini adalah untuk mencari konsep rumusan yang tepat mengenai perwakilan RI diluar negeri, dalam hal atase pertahanan dan atase teknis, dengan istilah rightsizing yang artinya mencari sesuatu rumusan yang tepat dan baik. “Tepat disini menurut komisi I  yaitu perwakilan RI yang berupa atase-atase tersebut baik atase pertahanan maupun teknis bisa berjalan dengan baik dan efektif tanpa adanya penghamburan anggaran maupun inefisiensi dari anggaran itu sendiri dan tentunya kami berharap bahwa penempatan-penempatan dari atase tersebut bisa bersifat proporsional artinya bisa tepat guna karena ini akan menyangkut dengan masalah anggaran”, kata Agus Gumiwang Kartasasmita, Wakil Ketua Komisi I DPR RI.

Dalam RDP, Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kementerian Pendidikan Nasional, Dodi Nandika memaparkan bahwa sampai saat ini terdapat 13 atase pendidikan yang tersebar di 13 negara dimana mahasiswa disana jumlahnya relatif cukup besar dengan total maksimal mahasiswa sekitar 20.000 orang.

Dodi Nandika juga menjelaskan tugas pokok atase yaitu: Pertama, melakukan kerjasama secara luas dibidang pendidikan, penelitian dan iptek, termasuk didalamnya menjadi pelayan untuk berbagai pelaksanaan konfrensi internasional seperti dengan Seameo, Unesco dll.

“Kedua, untuk mendorong dan melayani pengembangan pendidikan Bahasa Indonesia baik diberbagai perguruaan tinggi negeri maupun di Keduataan Besar Republik Indonesia (KBRI) bahkan disekolah kita di luar negeri. Ketiga, menghimpun berbagai masukan dan perkembangan pendidikan diberbagai negara yang ditempati”, tambah Dodi Nandika.

“Kemudian, keempat, senantiasa terus mengikuti berbagai perkembangan dibidang pendidikan khususnya menjadi bagian dari perjanjian kita dalam lingkup SEAMEO, ASEAN, UNESCO, UNICEF dan lainnya. Yang kelima adalah membina masyarakat Indonesia dimana para pelajar sangat banyak diluar negeri yang sedang belajar disana itu memerlukan berbagai layanan-layanan dan membantu KBRI dalam hal ini”, lanjutnya.
“Keenam yaitu ada 12 sekolah kita / sekolah Indonesia di KBRI, ini tidak hanya menerima putra-putri Indonesia, tapi juga banyak warga-warga setempat juga ikut belajar disekolah-sekolah kita di luar negeri. Yang terakhir dengan kementerian selalu sinergi dalam memberikan informasi kebijakan dll”,jelasnya.

Dengan adanya kerjasama Kementerian Pendidikan Nasional dengan Kementerian Deplu dan KBRI, maka dinamika dan tantangan pendidikan semakin berkembang dan meningkat.

Hal ini disampaikan oleh Dodi Nandika, saat memaparkan paparannya dengan mengatakan bahwa “perkembangan saat ini alhamdulillah dinamika dan tantangan pendidikan semakin meningkat seiring dengan makin banyaknya konvensi-konvensi internasional dibidang pendidikan, kita mengetahui ada (Milenium Development Goals) MDGS dan pendidikannya, SEAMEO, Dakar Convention, pendidikan untuk semua, kemudian juga ada UNESCO, ada kewajiban kita untuk pendidikan sepanjang hayat dan lainnya. saya kira ini semakin dinamis dan saya bersyukur bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri dan KBRI alhamdulillah ini semakin berkembang”.

Dodi Nandika juga mengatakan bahwa indikator yang dilakukan dalam pengukuran kinerja para atase pendidikan yaitu: Pertama, mereka dipaksa memperkuat kerjasama perguruan tinggi kita dengan perguruan tinggi luar negeri supaya kita dapat terus mengikuti perkembangan mutu pendidikan kita. Kedua, jumlah sekolah mitra ini juga menjadi perhatian bagi atase kita untuk terus mengawal dan membina mereka agar terjadi pertukaran informasi, pertukaran siswa, guru, kepala sekolah, dll.

Ketiga, mereka juga melayani  pengajaran bahasa indonesia diberbagai tempat di KBRI maupun diluar KBRI. Kemudian yang lainnya adalah bagaimana kita mempromosikan budaya kita melalui program yang disebut dengan program darmasiswa, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional menyediakan sedikit dana untuk living cost saja di Indonesia agar mereka bisa belajar bahasa, tarian, seni, musik. Sehingga sangat banyak sekali pesertanya, dan tahun ini hampir 500 orang. Berikutnya idikator yang kita canangkan setiap tahun yang berhubungan dengan atase adalah bagaimana mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan Multirateral, Bilateral, khususnya yang sudah permanen di UNESCO, UNICEF, ASEAN dan diberbagai wahana itu, jelas Dodi Nandika.

Pada RDP kali ini menghasilkan rancangan kesimpulan yang menyatakan bahwa Komisi I DPR RI memandang perlu agar pemerintahan melakukan harmonisasi peraturan yang ada terkait dengan penempatan dan pelaksanaan berbagai fungsi atase teknis dan atase pertahanan, serta pejabat perbantuan lainnya, termasuk penerapan tertib administrasi keuangan berikut tugas dan fungsi yang diemban masing-masing lembaga/instansi, agar tercipta sinergi dari berbagai potensi nasional yang ada demi terselenggaranya kepentingan nasional RI. Lebih lanjut, komisi I DPR RI memandang bahwa upaya rightsizing atase pertahanan dan berbagai atase teknis lainnya diharapkan tidak akan mengganggu kinerja dalam pencapaian misi yang ditugaskan dengan senantiasa mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi dan proporsionalitas.

RDP di ikuti oleh Anggota komisi I DPR RI dan 12 Instansi Pemerintah antara lain Sekjen Kementerian Luar negeri, Sekjen Kementerian Pertahanan, Sekjen Kementerian Keuangan, Sekjen Kementerian Pendidikan Nasional, Sekjen Kementerian Budaya dan Pariwisata, Irjen Kementerian Perhubungan, Sekjen Kementerian Pertanian, Sekjen Kementerian Kehutanan, Sekjen Kementerian Naker dan Trans, Deputi I BIN, Kepala Badan Litbang Perdagangan Kementerian Perdagangan, Dirjen Kementerian Hukum dan HAM. (AND) -Sidiknas-

SMA 1 Metro Lampung Juara I Olimpiade Geografi


Yogyakarta, – SMA Metro Lampung keluar sebagai juara pertama dalam Olimpiade Geografi Nasional Tingkat SMA 2010 yang diselenggarakan oleh Fakultas Geografi UGM. Dengan juru bicara Imron Tim SMA 1 Metro berhasil mengungguli 9 besar lainnya, dan berhak atas hadiah Rp 3 Juta serta trofi Menteri Pendidikan Nasioanl (Mendiknas).

Sementara itu, peringkat kedua ditempati oleh SMA N I Surakarta. Berikutnya, posisi ketiga diduduki SMA I Banjarnegara, masing-masing memperoleh hadiah uang Rp 2,5 juta, trofi Gubernur DIY dan Rp 2 juta, trofi Rektor UGM.

Olimpiade yang bertajuk “Geografi dalam Konstelasi Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kelestarian Lingkungan” ini diikuti oleh 70 tim dari 48 SMA di Indonesia. Setiap tim terdiri atas dua orang. Kegiatan digelar pada 10-11 Februari 2010 di Fakultas Geografi UGM.

Saddam Husien selaku humas olimpiade menjelaskan penentuan pemenang didasarkan atas perolehan skor akumulatif dari beberapa kriteria penilaian. Penilaian pertama dilihat dari isi makalah dan poster yang dikirimkan oleh peserta. Selanjutnya, dari perolehan skor saat ujian tulis, presentasi, dan studi kasus. “Saat presentasi, yang dinilai tidak hanya esensi dari makalah, tetapi juga dinilai dari cara penyampaian di depan umum serta respon yang disampaikan pada saat studi kasus,” jelasnya, Kamis (11/2), di Fakultas Geografi UGM.

“Perlu diketahui bahwa peraih peringkat pertama berhak masuk UGM tanpa tes serta dibebaskan biaya pendidikan sampai 4 tahun,” tambah Saddam. -Sidiknas-

Mendiknas Resmikan Rumah Sakit Pendidikan


Makassar, Menteri Pendidikan Nasional M Nuh meresmikan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin (Unhas), Senin (15/2) kemarin.Rumah Sakit Pendidikan yang berlokasikan di bibir Kampus Unhas, Tamalanrea ini memiliki fungsi penelitian dan pendidikan, dan juga untuk pengobatan pasien, disamping itu juga ada pelayanan Fertility Endocrine Reproductive Centre atau bayi tabung. Operasional rumah sakit pendidikan ini baru akan dimulai pada minggu pertama Maret 2010 karena masih menunggu sambungan listrik.

Mendiknas, Mohammad Nuh mengatakan bahwa rumah sakit pendidikan menitikberatkan pada pelatihan tenaga medis ataupun dokter, baik untuk riset maupun pendidikan. Ini merupakan program nasional dari Kementerian Pendidikan Nasional untuk fakultas kedokteran yang ada di Indonesia.

Sementara itu, Mendiknas melanjutkan, karakter rumah sakit pendidikan sebagai pusat riset dan pendidikan jangan dimaknai bahwa pasien akan menjadi bahan eksperimen. Layanan kesehatan di rumah sakit pendidikan ini tetap berpegang teguh pada etika kedokteran dan asas profesionalitas.

“Saat ini, fasilitas serupa sedang dibangun di Surabaya, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan Medan. Tahun 2011 diperkirakan rampung,” kata Mendiknas.

Pada Kesempatan yang sama, Rektor Universitas Hasanuddin Prof Idrus Paturusi,menerangkan bahwa Hasanuddin University Hospital (HUH) lebih berkonsentrasi pada diagnostic centre dan hightech treatment melalui pemanfaatan teknologi dan alat kedokteran yang canggih serta sebagai pusat pelatihan bagi mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi atau pun tenaga praktisi rumah sakit yang hendak menambah keterampilan dan pengetahuan guna meningkatkan kualtas pelayanan kesehatan.

“Rumah sakit ini akan bekerja sama dengan RSUP Wahidin Sudirohusodo (RSWS) yang letaknya berdampingan dalam menyajikan pelayanan kesehatan,” jelas Idrus.

Mendiknas juga mengatakan, sebelumnya memang sudah ada kemitraan fakultas kedokteran dengan rumah sakit milik pemerintah. Namun, penekanan lebih diberikan pada pelayanan kesehatan daripada riset dan pendidikan.

Keberadaan rumah sakit pendidikan diharapkan bisa mengatasi tingginya rasio terisinya tempat tidur (bed occupation rate) karena digunakan pasien. Rumah sakit pendidikan juga akan menerima peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).