Bersungguh-Sungguh Melakukan Shalat Tarawih di 10 Hari Terakhir Dalam Bulan Ramadhan.


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Bersungguh_Sungguh Melakukan Shalat Tarawih di 10 Hari Terakhir Dalam Bulan Ramadhan.

Dasarnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu yang meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa berpuasa deng-an dasar keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa_dosanya yang terdahulu. Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar dengan dasar keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa_dosanya yang telah lalu.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Fadhlu Lailatul Qadr, hadits. 2014; diriwayatkan juga oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits. 760]

Dari Aisyah radhiyallahu ’anha meriwayatkan bahwa ia pernah menceritakan, ”Apabila memasuki 10 terakhir bulan Ramadhan, biasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya, giat beribadah dan mengencangkan tali pinggang.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Lailatul Qadr, hadits 2024; dan diriwayatkan juga oleh Muslim dalam kitab Al’Itikaf, hadits no. 1174]

Dari Nu’aim bin Basyir diriwayatkan bahwa ia menceritakan, ”Kami pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pada malam 23, hingga 1/3 malam. Kemudian kami juga shalat bersamanya pada malam ke 25 hingga pertengahan malam. Kemudian kami kembali shalat bersama beliau pada malam 27 hingga kami khawatir kalau kami tidak mendapatkan lagi waktu falah.” Waktu falah adalah istilah yang mereka gunakan untuk waktu sahur. [Hadits shahih, diriwayatkan oleh An_Nasa’i dalam kitab Qiyamullail wa Tathawwu’ An_Nahar, hadits no. 1606]

Dari Abu Dzar radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pada malam ke 27 mengumpulkan keluarga dan istri_istri beliau serta kaum muslimin untuk shalat bersama mereka. [HR. Ahmad, Abu Daud, An_ Nasa’i, At_Tirmidzi, dan Ibnu Majah]

Demikianlah pembahasan seputar shalat tarawih kali ini. Saya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama_Nya yang agung dan sifat-sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata-mata karena mengharapkan wajah_Nya yang mulia, serta menjadikan sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, penerbit, pembaca, dan orang-orang yang berpartisipasi dalam menyebarkan tulisan ini.

Saya juga memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah-lah sebaik_baik tempat memohon dan semulia_mulia tempat berharap.

Disyariatkan Shalat Tarawih Secara Berjama’ah


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Disyariatkan Shalat Tarawih Secara Berjama’ah

Dari Abdurrahman bin Abdul Qari diriwayatkan bahwa ia pernah berkata, ”Aku pernah keluar bersama Umar bin Al_Khaththab radhiyallahu ’anhu pada suatu malam pada bulan Ramadhan ke masjid. Ternyata kaum muslimin sedang melakukan shalat berpencar_pencar. Ada yang shalat sendirian, ada juga yang mengimami beberapa orang. Umar berkata: Menurut pendapat saya, kalau mereka dikumpulkan untuk shalat bermakmum kepada satu orang saja, tentu itu lebih baik. Kemudian beliau membulatkan tekadnya, dan mengumpulkan mere-ka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Kaab. Kemudian beliau keluar lagi bersamaku, dan melihat kaum muslimin sedang melakukan shalat bersama imam mereka. Beliau berkata: Sebaik_baik bid’ah adalah yang satu ini. Namun waktu yang mereka tidur terlebih dahulu, itu lebih baik daripada yang mereka shalati sekarang – maksud Umar adalah shalat di akhir malam – dan umumnya orang_orang melakukannya di awal malam.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Shalatut Tarawih, hadits no. 2010]

Hadits ini menunjukkan disyariatkannya shalat tarawih dan shalat malam di bulan Ramadhan secara berjama’ah di masjid, dan bahwasannya barangsiapa yang shalat bersama imam hingga usai shalat, maka akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk. Adapun ucapan Umar bin Al_Khaththab, ”Sebaik_baik bid’ah adalah yang satu ini,” maka maksudnya adalah bid’ah secara bahasa. Maksud beliau bahwa perbuatan itu belum pernah ada di zaman Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam dengan cara seperti itu. Namun memiliki dasar dari syariat yang bisa dijadikan rujukkan, di antaranya adalah :

1. Bahwa Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam selalu menganjurkan para sahabat beliau untuk melakukan shalat malam di bulan Ramadhan dan menjelaskan keutamaannya. Beliau bahkan pernah shalat bersama para sahabat beliau di beberapa malam di bulan Ramadhan. Kemudian beliau menghentikannya karena khawatir kalau shalat itu menjadi wajib bagi mereka, sehingga mereka justru tidak mampu melakukannya. Hal itu tentu tidak perlu dikhawatirkan lagi sesudah wafatnya beliau.

2. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk mengikuti para Khulafa’ur Rasyidin, sementara perbuatan itu telah menjadi sunnah atau kebiasaan para Khulafa’un Rasyidin.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ketika memberikan syarah (penjelasan) terhadap kitab Shahih Al_Bukhari hadits no. 2010 menjelaskankan ucapan Umar bin Al_Khaththab radhiyallahu ’anhu, ”Bid’ah yang dimaksud dalam ucapan beliau adalah secara bahasa. Artinya, bahwa mereka telah melakukan hal baru tanpa contoh sebelumnya ketika mereka melakukan shalat tarawih itu secara terus_ menerus berjama’ah sepanjang bulan Ramadhan. Demikianlah pengertian ucapan Umar tersebut, karena perbuatan itu pada hakikatnya adalah sunnah yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam selama beberapa malam.”

Waktu dan Jumlah Rakaat Shalat Tarawih


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Waktu Pelaksanaan Shalat Tarawih

Syaikh Muhammad bin Shalih Al_’Utsaimin dalam kitab Syarah Al_Mumti’ mengatakan bahwa waktu melakukan shalat tarawih adalah setelah shalat Isya dan shalat rawatibnya (shalat sunnah ba’da isya).

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Jumlah rakaat shalat tarawih tidak memiliki batasan yang tidak boleh dilakukan selainnya. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hanya menyatakan, ”Shalat malam itu hanya dua_dua rakaat. Bila salah seorang di antaramu khawatir kedapatan waktu Shubuh, hendaknya ia shalat satu rakaat sebagai witir bagi shalat yang telah ia kerjakan.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Fatwa_Fatwa, hal. 23/112-113; dan juga Ash_Shan’ani dalam kitab Subulussalam, hal. 3/20-23 menuturkan bahwa bila hendak melakukan shalat 20 rakaat dan berwitir 3 rakaat; atau shalat 30 rakaat dan berwitir 3 rakaat; atau bila mau shalat 41 rakaat, maka tidak ada masalah.

Penulis berkata, ”Akan tetapi yang paling afdhal adalah yang dilakukan oleh Rasulullah, yaitu 11 rakaat atau 13 rakaat.” Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam 13 rakaat.

Hal ini juga berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ’anha bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah melakukan lebih dari 11 rakaat, di dalam atau di luar bulan Ramadhan.

Dengan demikian, inilah jumlah yang paling sempurna dan paling utama. Namun bila melakukan lebih dari itu, maka tidak ada masalah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa shalat malam itu hanya dua_dua rakaat, dan bila salah seorang di antara kamu khawatir kedapatan waktu Shubuh, hendaknya ia berwitir satu rakaat, sebagai witir dari shalat yang kalian lakukan.

Penulis berkata, ”Persoalan dalam hal ini memang luas. Akan tetapi yang paling afdhal adalah 11 rakaat.” Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq, dan  Dia_lah yang Maha Suci.

Keutamaan Shalat Tarawih


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Keutamaan Shalat Tarawih

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang melakukan shalat malam di bulan Ramadhan dengan dasar keimanan dan mengharapkan pahala, akan diampuni baginya dosa_dosa yang telah lalu.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Al_Iman, hadits no.37; dan Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 759]

Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani dalam kitab Fathul Bari, hal. I/92 dan juga Muhammad Asy_Syaukani dalam kitab Nailul Authar, hal. II/233 menjelaskan makna hadits di atas bahwa apabila seseorang muslim telah mengerjakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan membenarkan bahwa itu adalah kebenaran yang berasal dari Allah Ta’ala dan membenarkan pula apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dan yang berasal dari beliau dengan mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala dengan ikhlash dalam mengerjakan ibadah, mencari keridhaan Allah dan ampunan_Nya, pasti ia akan mendapatkan pahala yang dijanjikan tersebut.

Pengertian Shalat Tarawih


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Pengertian Shalat Tarawih

Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qahthani dalam kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhailu wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati mengatakan bahwa dinamakan sebagai shalat tarawih (shalat santai), karena para sahabat ketika itu biasa beristirahat setelah empat rakaat.

Shalat tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan, dan dikerjakan pada awal malam. Disebut sebagai shalat santai di bulan Ramadhan, karena mereka biasa melakukan istirahat setiap selesai dua kali (2x) salam. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ’anha ketika ditanya, ”Bagaimana shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pada malam bulan Ramadhan?” Aisyah menjawab, ”Rasulullah tidak pernah melakukan lebih dari 11 rakaat di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan. Beliau shalat 4 rakaat, tidak usah ditanyakan tentang bagus dan panjangnya. Kemudian shalat 4 rakaat lagi, dan jangan ditanyakan tentang bagusnya dan panjangnya. Kemudian shalat 4 rakaat lagi, dan jangan ditanyakan tentang bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab At_Tahajjud, hadits no. 1147; dan Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 738]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al_’Utsaimin dalam kitab Asy_Syahrul Mumti’, hal. 4/66 menjelaskan bahwa perkataan Aisyah, ”…..beliau shalat 4 rakaat, kemudian shalat lagi 4 rakaat,” menunjukkan bahwa ada pemisah antara 4 rakaat pertama dengan 4 rakaat kedua dan 3 rakaat terakhir. Pada masing_masing 4 rakaat, beliau melakukan salam setelah dua rakaat.

Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ’anha yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan shalat pada malam hari 11 rakaat, dan berwitir satu rakaat di antaranya. Dalam lafaz lain disebutkan, ”Pada setiap 2 rakaat, beliau salam dan berwitir di akhirnya satu rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim]

Penulis berkata, ”Berdasarkan penafsiran dari hadits pertama di atas, maka hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan salam setelah 2 rakaat. Sebagaimana sabda beliau juga bahwa shalat malam itu hanya dua_dua rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Al_Bukhari dan Imam Muslim]