Permasalahan Seputar Shalat Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Berikut ini adalah permasalahan-permasalahan yang sering ditanyakan sebagian orang seputar shalat witir. Permasalahan ini langsung penulis buat dalam bentuk penjelasan, bukan dalam bentuk tanya jawab. Adapun permasalahan_permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

Doa Qunut Dalam Shalat Sunnah Witir

Hal ini berdasarkan hadits dari Al_Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada nya beberapa kata yang selalu diucapkan pada waktu shalat witir:

“Allahummah dini fiman hadait, wa ‘aafini fiman ‘afait, wa tawallana fiman tawallait. Wa baarikli fimaa a’thait, wa qinaa syarra maa qadhait. Fainnaka taqdhi wa laa yuqdha ‘alaik. Innahu laa yadzilu man walait [wa laa ya’izzu man ‘adait] [subahanaka] tabarakah rabbana wa ta’alait” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, An_Nasa’i, dan Abu Daud, dishahihkan oleh Muhammad Nashiruddin Al_Albani dalam kitab Irwa Al_Ghalil, hal. II/172]

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sanak keluarga beliau, para sahabat dan orang_orang yang mengikuti jejak mereka dalam melaksanakan kebajikan hingga hari pembalasan.

Letak Pelaksanaan Doa Qunut Dalam Shalat Sunnah Witir

Karena telah diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukan qunut sebelum ruku’, dan juga beliau melakukannya sesudah ruku’, maka kedua cara ini adalah disyariatkan. Namun yang paling baik adalah melakuklannya sesudah ruku’, karena jumlah hadits_ haditsnya lebih banyak.

Di antara dalil yang menunjukkan tempat pelaksanaan qunut itu dan waktu yang disyariatkan adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah ditanya tentang qunut sebelum atau sesudah ruku’. Beliau menjawab, “Sebelum ruku’.” Kemudian beliau melanjutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’ selama 1 bulan dalam rangka melaknat beberapa kampung dari kalangan Bani Sulaim. [Hadirs shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Sementara melakukan qunut pada waktu witir adalah sunnah. Imam Malik berpendapat bahwa doa qunut pada waktu witir disunnahkan sepanjang tahun; Imam Syafe’i dan satu riwayat juga dari Imam Ahmad berpendapat bahwa qunut witir hanya disunnahkan pada separuh terakhir bulan Ramadhan; dan Imam Abu Hanifah dan satu riwayat lain dari Imam Ahmad berpendapat bahwa tidak ada qunut witir secara mutlak. Namun pendapat yang paling banyak dipilih oleh sahabat Imam Ahmad adalah pendapat pertama, yaitu disunnahkan qunut witir sepanjang tahun. [Lihat Ibnu Qudamah, Al_Mughni, hal. II/580-581; lihat juga Muhammad Asy_Syaukani, Nailul Authar, hal. II/262]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Fatawa, hal. XXIII/99 mengatakan bahwa hukum qunut witir adalah boleh, tetapi tidak wajib. Bahkan ada sahabat yang tidak pernah berqunut. Adapun tentang waktu pelaksaan qunut beliau mengatakan bahwa kesemuanya boleh. Barangsiapa yang melakukan yang mana pun dari perbuatan itu, maka tidaklah tercela.

Mengangkat Tangan Ketika Qunut dan Makmum Mengucapkan “Amin”

Imam Al_Baihaqi mengatakan bahwa ada sejumlah sahabat yang mengangkat tangan mereka ketika qunut. [Lihat Al_Baihaqi, As_Sunan Al_Kubra, hal. II/121]

Adapun bacaan “amin” dari kalangan makmum terhadap qunut yang dibacakan imam adalah berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ketika usai membaca: “Sami’allahu liman hamidah” pada rakaat terakhir, beliau berdoa melaknat kabilah_kabilah dari kalangan bani Sulaim, yaitu suku Ri’al, suku Dzakwan, dan suku Ushayah. Sementara orang_orang di belakang beliau mengaminkannya. [HR. Abu Daud]

Doa Sesudah Salam Pada Shalat Sunnah Witir

Sesudah salam, orang yang melakukan shalat witir mengucapkan: “Subhaanal malikil quddus, subhanal malikil quddus, subahanal malikil quddus, rabbil malaa ikati war ruuh” (Maha Suci Allah yang Maha Raja dan Maha Suci 3x, Tuhan dari para malaikat dan malaikat Jibril Ruhul Amin).

Hal ini berdasarkan hadits dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasul-ullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwitir 3 rakaat. Pada rakaat pertama beliau membaca, “Sabbihisma rabbikal a’la.” Pada rakaat kedua membaca, “Qul ya ayyuhal kafirun.” Dan pada rakaat ketiga membaca, “Qul huwallahu ahad.” Be-liau melakukan qunut sesudah ruku’. Usai salam beliau mengucapkan: “Subha nal malikil quddus,” tiga kali. Pada kali yang terakhir, beliau memanjangkan suaranya, sambil mengucapkan: “Rabbul malaikatil warruh.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh An_Nasa’i dalam kitab Qiyamul Lail wa Tathawwu’un Nahar, hadits no. 1430; diriwayatkan juga oleh Ad_Darulquthni, hadits ini dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan An_Nasa’i, hal. I/272]

Tidak Ada Dua Shalat Sunnah Witir Dalam Satu Malam

Berdasarkan hadits dari Thalaq bin Ali radhiyallahu ‘anhu  menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada dua witir dalam satu malam.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh At_Tirmidzi, Abu Daud, An_Nasa’i, Ahmad, dan Ibnu Hibban]

Selain itu, dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah juga shalat 2 rakaat setelah witir. Apabila seorang muslim telah melakukan witir di awal malam, lalu tidur. Kemudian Allah Ta’ala memberikan kemudahan kepadanya untuk bangun pada akhir malam, hendaklah ia shalat dua_dua rakaat dan jangan membatalkan witirnya. Witir yang telah dilakukannya sebelumnya sudah cukup baginya.

Disyariatkan  Membangunkan Istri Untuk Shalat Sunnah Witir

Berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam, sementara aku tidur melintang di atas tempat tidur beliau. Ketika beliau hendak berwitir, beliau membangunkanku dan aku pun berwitir. [HR. Al_Bukhari dan Muslim]

Mengqadha Shalat Witir bagi yang Tidak Sempat Melakukannya

Dari Abu Said Al_Khudri radhiyallahu ‘anhu ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangaiapa tertidur atau terlupa melaku kan shalat malam, hendaknya ia melakukan di pagi harinya, atau ketika ia ter- ingat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Ash_Shalah, hadits no. 1431]

Penulis berkata, “Yang paling utama bagi orang yang tertidur atau lupa melaku- kan shalat sunnah witir, hendaknya ia melakukannya pada siang hari ketika matahari sudah meninggi, dengan cara menggenapkan yang biasa ia lakukan pada malam harinya, tergantung kebiasaannya. Bila ia terbiasa melakukan 11 rakaat pada malam hari, maka ia shalat 12 rakaat pada siang harinya. Bila ia biasa shalat 9 rakaat pada malam hari, maka hendaknya ia shalat 10 rakaat pada siang harinya. Demikian seterusnya.”

Demikianlah pembahasan seputar shalat witir kali ini. Saya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama_Nya yang agung dan sifat-sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata-mata karena mengharapkan wajah_Nya yang mulia, serta menjadikan sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, penerbit, pembaca, dan orang-orang yang berpartisipasi dalam menyebarkan tulisan ini.

Saya juga memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah-lah sebaik_baik tempat memohon dan semulia_mulia tempat berharap. 🙂

Bacaan Pada Setiap Rakaat Shalat Sunnah Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Bacaan Pada Setiap Rakaat Shalat Sunnah Witir

Untuk shalat sunnah witir yang 3 rakaat, maka pada rakaat pertamanya dibaca surat Al_A’laa ayat 1-19 yang artinya sebagai berikut ;

  1. Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tingi,
  2. Yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),
  3. Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,
  4. Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan,
  5. Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.
  6. Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa,
  7. Kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.
  8. Dan kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah,
  9. Oleh sebab itu berikanlah peringatan Karena peringatan itu bermanfaat,
  10. Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,
  11. Dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.
  12. (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka).
  13. Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
  14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
  15. Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.
  16. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
  17. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
  18. Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
  19. (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. [QS. Al_A’laa (87): 1-19]

Pada rakaat keduanya di baca surat Al_Kaafiruun ayat 1-6 yang artinya adalah sebagai berikut :

  1. Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
  2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
  3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
  4. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
  5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
  6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” [QS. Al_Kaafiruun : 1-6]

Kemudian pada rakaat ketiga dibaca surat Al_Ikhlash ayat 1-4 yang artinya adalah sebagai berikut :

  1. Katakanlah: “Dia_lah Allah, yang Maha Esa.
  2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
  3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
  4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” [QS. Al_Ikhlash (112): 1-4]

Hal ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu ia men- ceritakan bahwa biasaanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu witir membaca, “Sabbihisma Rabbikal A’la; Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun. Dan pada rakaat ketiga Qul Huwallahu Ahad. Masing_masing pada satu rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh At_Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An_Nasa’i]

Jumlah Rakaat Shalat Sunnah Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Jumlah Rakaat Shalat Sunnah Witir

Shalat sunnah witir memiliki jumlah rakaat dan bentuk yang bermacam_macam sebagai berikut :

11 rakaat, setiap 2 rakaat salam dan berwitir 1 rakaat.
13 rakaat, setiap 2 rakaat salam, dan berwitir 1 rakaat.
13 rakaat, setiap 2 rakaat salam, dan berwitir 5 rakaat sekaligus.
9 rakaat, hanya duduk di rakaat ke delapan, kemudian langsung masuk rakaat ke-9.
7 rakaat, tanpa duduk kecuali di akhirnya
7 rakaat, hanya duduk pada rakaat yang ke-6.
5 rakaat, hanya duduk di rakaat terakhir.
3 rakaat, salam setelah 2 rakaat , kemudianb berwitir 1 rakaat.
3 rakaat secara langsung, hanya duduk di rakaat ke-3.
1 rakaat.

[Lihat Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qahthani, Kumpulan Shalat Sunnah dan Keutamaannya, alih bahasa Abu Umar Basyir, dari judul asli  Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhailu wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati, hal. 58-63]

Keutamaan Shalat Sunnah Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Keutamaan Shalat Sunnah Witir

Shalat sunnah witir memiliki banyak sekali keutamaan, beberapa di antaranya adalah hadits dari Kharijah bin Hudzafah Al_Adwi. Ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan kalian dengan satu shalat, yang shalat itu lebih baik untuk dirimu daripada unta yang merah, yaitu shalat witir. Waktu pelaksanannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbut fajar.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud, At_Tirmidzi, Ibnu Majah, Al_ Hakim, dan Ahmad]

Di antara dalil yang menunjukkan keutamaan dan sekaligus disunnahkannya shalat witir adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwitir, kemudian bersabda, “Wahai Ahli Alquran, lakukanlah shalat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, hadits no. 1169. Hadits ini dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan Ibnu Majah, hal. I/193]

Keutamaan Shalat Sunnah Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Keutamaan Shalat Sunnah Witir

Shalat sunnah witir memiliki banyak sekali keutamaan, beberapa di antaranya adalah hadits dari Kharijah bin Hudzafah Al_Adwi. Ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan kalian dengan satu shalat, yang shalat itu lebih baik untuk dirimu daripada unta yang merah, yaitu shalat witir. Waktu pelaksanannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbut fajar.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud, At_Tirmidzi, Ibnu Majah, Al_ Hakim, dan Ahmad]

Di antara dalil yang menunjukkan keutamaan dan sekaligus disunnahkannya shalat witir adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwitir, kemudian bersabda, “Wahai Ahli Alquran, lakukanlah shalat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, hadits no. 1169. Hadits ini dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan Ibnu Majah, hal. I/193]

Pengertian dan Hukum Shalat Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Pengertian Shalat Witir

Ibnu Qudamah dalam kitab Al_Mughni  mengatakan bahwa shalat witir adalah shalat malam, bahkan termasuk penutup shalat malam. Satu rakaat yang dikerja kan oleh Rasulullah untuk menutup shalat malamnya. Dengan demikian, shalat sunnah witir adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari dengan bilangan ganjil sebagai penutup shalat malam, baik dalam bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.

Hukum Shalat Sunnah Witir

Hukum shalat sunnah witir adalah sunnah muakkad. Berdasarkan hadits dari Abu Ayyub Al_Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Witir adalah hak atas setiap muslim. Barangsiapa suka berwitir lima rakaat hendaknya ia melakukannya dan barangsiapa suka berwitir tiga rakaat, hendaknya ia melakukannya. Dan barangsiapa suka berwitir satu rakaat, hendaknya ia melakukannya.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Al_Witr, hadits no. 1422. Hadits ini dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud, hal. 267]

Demikian juga dalam hadits dari Ali radhiyallahu ‘anhu ketika ia berkata, “Witir tidaklah wajib sebagaimana shalat fardhu. Akan tetapi ia sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh An_Nasa’i dalam kitab Qiyamul Lail, hadits no. 1677. Hadits ini dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan An_Nasa’i, hal. I/368]

Meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib Dalam Bepergian Kecuali Shalat Sunnah Shubuh dan Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib Dalam Bepergian Kecuali Shalat Sunnah Shubuh dan Witir

Dasarnya adalah hadits dari Ashim bin Umar bin Al_Khaththab bahwa ia pernah menceritakan, “Aku pernah menemani Ibnu Umar dalam perjalanannya ke Makkah. Beliau lalu shalat sunnah zhuhur 2 rakaat. Kemudian beliau menghadap kami, dan kami juga menghadap beliau, hingga beliau sampai ke kendaraan tunggangan beliau. Belia duduk, kami pun duduk bersama beliau. Tiba_tiba datang rombongan, beliau melihat orang_orang sedang bersiap_siap. Beliau bertanya: Apa yang mereka lakukan? Aku menjawab: Mereka sedang shalat sunnah. Belaiu berkata: Kalau aku bersama mereka, pasti kulanjutkan shalatku. Wahai kemenakanku, sesungguhnya aku pernah menemani Rasulullah dalam bepergian. Beliau tidak pernah melakukan lebih dari 2 rakaat, hingga wafat. Demikian juga, aku pernah menemani Abu Bakar, beliau juga tidak pernah melakukan lebih dari 2 rakaat hingga wafat. Aku juga pernah menemani Umar, dan beliau juga tidak pernah melakukan lebih dari 2 rakaat, hingga wafat. Aku juga pernah menemani Usman dalam bepergian, dan beliau juga tidak pernah melakukan lebih dari 2 rakaat hingga wafat.” Allah Ta’ala berfirman,

Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [QS. Al_Ahzab (33): 21]

Adapun shalat sunnah shubuh dan witir, tidak boleh ditinggalkan ketika bermukim ataupun ketika bepergian, berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha berkenaan dengan sunnah shubuh, bahwa nabi tidak pernah meninggalkan nya sama sekali. Juga berdasarkan hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu tentang Nabi yang ketiduran bersama para sahabat beliau dalam perjalanan sehingga terlewat shalat shubuh mereka sampai terbit matahari. Dalam hadits itu tercantum, “Kemudian Bilal mengumandangkan adzan, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat 2 rakaat, kemudian baru shalat shubuh. Beliau melakukannya sebagaimana yang biasa beliau lakukan setiap harinya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 681]

Adapun shalat sunnah witir, berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma yang menceritakan, “Nabi biasa shalat dalam perjalanan di atas tunggangannya, ke manapun tunggangannya itu menghadap. Beliau melakukan gerakkan shalat malam dengan isyarat, namun tidak untuk shalat wajib. Beliau juga melakukan witir di atas kendaraannya.” Ada juga lafazh hadits, “Beliau biasa melakukan witir di atas unta.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Al_Witr, hadits no. 999; dan juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shatul Musafirin, hadits no. 700]

Ibnul Qayyim Al_Jauziyah mengungkapkan, “Keuletan Nabi dalam melakukan dan memelihara shalat sunnah shubuh lebih dari shalat sunnah_sunnah yang lain. Beliau belum pernah meninggalkan sunnah itu, sebagaimana juga witir, baik kala bermukim maupun sedang bepergian. Tidak ada riwayat yang ternukil bahwa beliau mengerjakan shalat sunnah rawatib lain ketika bepergian.” [Lihat Ibnul Qayyim Al_Jauziyah, Zadull Ma’ad Fi Hadyi Khairil Ibad, hal. I/315]

Demikianlah pembahasan seputar shalat rawatib kali ini. Saya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama_Nya yang agung dan sifat-sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata-mata karena mengharapkan wajah_Nya yang mulia, serta menjadikan sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, penerbit, pembaca, dan orang-orang yang berpartisipasi dalam menyebarkan tulisan ini.

Saya juga memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah-lah sebaik_baik tempat memohon dan semulia_mulia tempat berharap. :-)