Tuntunan Shalat


Telah banyak tulisan_tulisan tentang tuntunan shalat yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Namun, sedikit sekali yang memperhatikan keshahihan dan akurasi dalilnya. Inilah salah satu motivasi mengapa tulisan ini diterbitkan. Yakni menyampaikan tata cara shalat yang benar sesuai tuntunan Al_Qur’an dan As-Sunnah yang shahih.

Tulisan ini adalah terjemahan dari salah satu bahasan dalam buku “Syarhu Arkaanil Islaam” (Penjelasan Rukun-rukun Islam) yang ditulis oleh seorang penuntut ilmu dan diberi pengantar oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al_Jibrin.
Sebagai catatan, koreksian tidak saja dilakukan pada tulisan ini, tetapi juga terhadap naskah aslinya yang berbahasa Arab. Di antaranya ada yang salah cetak bahkan dalam penempatan dalil. Mudah_mudahan tulisan ini menuntun kita semua bisa menegakkan shalat sebagaimana yang diteladankan Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallam . Aamiin.

Download File Klik : tuntunan-shalat.zip

Risalah Tentang Shalat


Segala puji hanya milik Allah semata, shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada hamba dan utusan_Nya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya. Aamiin

Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat (tata cara) shalat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam . Penulis ingin menyajikannya kepada setiap muslim, baik laki_laki ataupun perempuan, agar siapa saja yang membacanya dapat bersungguh_sungguh dalam mencontoh (berqudwah) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.”

Download File Klik : 3ris-shalat.zip

Sifat Sholat Nabi صلی الله عليه وسلم Karya Syaikh Al-Albani


Sifat Sholat Nabi صلی الله عليه وسلم – Syaikh Al-Albani

Judul: Sifat Sholat Nabi صلی الله عليه وسلم
Penulis: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Sholat merupakan salah satu rukun Islam yang penting setelah Tauhid. Jika ibadah sholat seseorang muslim itu baik, maka akan baik pula seluruh amal dan perbuatannya, sebaliknya jika rusak sholatnya, maka rusaklah semua amalannya.

Untuk itu, Allah Azza wa Jalla telah perintahkan kepada seluruh hambaNya untuk menjaga dan memelihara sholat sebagaimana dalam firmanNya :
“Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) sholat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam sholatmu) dengan khusyu’”[QS Al Baqarah 238]

Dan sungguh, Rosulullah صلی الله عليه وسلم telah menjadikan sholat sebagai pemisah dan pembeda antara iman dan Islam dengan kekafiran dan kemusyrikan. Sholat seperti apakah yang dapat menjadikan kelak amalan seseorang menjadi baik, dan sholat seperti apakah yang dapat menghindarkan seseorang dari kekafiran dan kemusyrikan?

Begitu banyak orang yang sholat namun dia jauh dari tuntunan sholat seperti yang diperintahkan Rosulullah  صلی الله عليه وسلم, kebanyakan mereka hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui detail dalil tiap gerak dan bacaan sholat yang benar. Bagaimana sholat yang khusyu akan tercapai jika gerak dan bacaan sholat pun dia tidak tahu mana yang dituntunkan dan mana yang tidak??

Buku ini menjabarkan tata cara sholat yang dilakukan Rosulullah صلی الله عليه وسلم dari takbir hingga salam, buku ini penuh dengan hujjah ilmiyah, kokoh di atas dalil shahih di atas pemahaman salafush shalih, sebagaimana sabda Rosulullah صلی الله عليه وسلم: “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat”.

Ditulis oleh seorang ulama hadits abad ini, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani –rahimahullah– sehingga buku ini bisa menjadi pegangan dan panduan bagi seorang muslim yang ingin memperbaiki kualitas sholatnya.

Sifat Sholat Nabi صلی الله عليه وسلم Jilid 1
Download (6,39 kb) Djvu

Sifat Sholat Nabi صلی الله عليه وسلم Jilid 2
Download (6,57 kb) Djvu

Sifat Sholat Nabi صلی الله عليه وسلم Jilid 3
Download (3,87 kb) Djvu

Software untuk membaca file DJVU silahkan download di sini.

Silakan didownload (bebas dan gratis), semoga bermanfaat dan jangan lupa tinggalkan pesan atau berikan komentarnya.!!!

Shalat Tahajud


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Pengertian Tahajjud

Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qahthani dalam kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhailu wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati mengatakan bahwa “hajada ar_rajulu” secara bahasa artinya adalah laki_laki tidur malam. Dapat diartikan juga shalat di waktu malam. Adapun orang yang bertahajjud, artinya adalah orang yang bangun malam untuk melakukan shalat. [Lihat Ibnu Manzhur, Lisanul Arab, hal. 3/234; lihat juga Fairuz Abadi, Kamus Al_ Muhith, hal. 418]

Dengan demikian, shalat sunnah tahajjud adalah shalat yang dikerjakan pada malam hari dengan waktu dan syarat_syarat yang telah ditentukan.

Hukum Shalat Sunnah Tahajjud

Hukum shalat sunnah tahajjud adalah sunnah muakkad. Hal ini berdasarkan dalil_dalil di dalam Alquran dan As_Sunnah serta ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah_mudahan Tuhan_mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.  [QS. AlIsra’ (17): 79]

Sebagaimana juga dalam firman_Nya yang lain, “Sesungguhnya kami Telah menurunkan Alquran kepadamu (Hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka Bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka. Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada_Nya pada bagian yang panjang dimalam hari. [QS. Al_Insan (76): 23-26]

Adapun dalil dari As_Sunnah bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memberi anjuran untuk melakukan shalat sunnah tahajjud melalui sabda beliau sebagai berikut, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram. Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Ash_Shiyam, hadits no. 1163]

Keutamaan Shalat Sunnah Tahajjud

Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qahthani dalam kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhailu wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati mengatakan bahwa ada beberapa keutamaan shalat sunnah tahajjud yang amat besar keutamaannya.

1. Perhatian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap shalat malam (tahajjud) sampai kedua telapak kaki beliau bengkak_bengkak.

Diriwayatkan dari AlMughirah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam (tahajjud) hingga kaki neliau bengkak. Ada yang bertanya: Kenapa engkau berbuat begitu wahai Rasulullah! Bukankah Allah telah mengampuni dosa_dosamu yang terdahulu dan yang akan dating?” Beliau menjawab, “Apakah tidak selayaknya aku menjadi hamba yang bersyukur.” [Hadits shahih, diriwayat kan oleh Al_Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab At_Tafsir, hadits no. 4873; diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shifatul Munafiqin, hadits no. 2819]

2. Shalat malam (tahajjud) adalah penyebab besar masuk ke dalam surga.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceri-takan, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  tiba di Madinah, kaum muslimin berkumpul mengerumuni beliau. Sebagian di antara mereka berkata: Rasulullah sudah dating, Rasulullah sudah datang,” sebanyak tiga kali. Aku pun ikut dating di tengah kerumunan orang banyak untuk dapat melihat beliau. Ketika wajah beliau terlihat jelas olehku, aku pun segera menyadari bahwa wajah beliau bukanlah wajah seorang pendusta. Yang pertama kali terdengar olehku dari ucapan beliau adalah, “Wahai kaum muslimin! Sebarkanlah salam, berikanlah makan kepada fakir miskin, peliharalah hubungan silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang banyak sedang tertidur lelap; niscaya kalian akan masuk surga dengan aman.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At_Tirmidzi]

3. Shalat malam (tahajjud) termasuk penyebab terangkatnya derajat di kamar_ kamar surga.

Diriwayatkan dari Abu Malik Al_Asy’ari radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dalam surga itu terdapat kamar_kamar yang bagian luarnya memperlihatkan sisi_sisi dalamnya, dan bagian dalamnya memperlihatkan sisi_sisi luarnya; Allah mempersiapkannya bagi orang yang suka memberi makan fakir miskin, selalu berbicara lembut, melakukan banyak puasa, menyebarkan salam, dan bangun malam ketika orang banyak sedang tidur nyenyak.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, At_Tirmidzi, dan Ibnu Hibban]

4. Orang_orang yang memelihara shalat malah (tahajjud) adalah muhsinun yang berhak mendapatkan rahmat Allah Ta’ala dan surga_Nya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” [QS. Adz_DZariyat (51): 17-18]

5.  Allah memuji orang_orang yang bangun malam termasuk hamba_hamba Nya yang shalih dan hamba_hamba ar_rahman. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat al_furqan ayat 64  sebagai berikut: “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” [QS. Al_Furqan (25): 64

6. Allah berfirman memberikan persaksian terhadap iman mereka yang sem-purna. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala sebagai berikut: “Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang kami berikan.” [QS. As_Sajadah (32): 15-16]

7. Allah tidak menyamakan mereka dengan yang lain dari kalangan yang tidak memiliki sifat seperti mereka.

(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. [QS. Az_Zumar (39): 9]

8. Shalat malam (tahajjud) dapat menghapus dosa_dosa dan menghilangkan kesalahan.

Diriwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diriwayatkan bahwa beliau bersabda, “Hendaklah kalian semua melakukan shalat malam (tahajjud). Karena itu adalah kebiasaan orang_orang shalih sebelum kalian, sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah, penghapus kesalahan, dan pencegah dari dosa.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh At_Tirmidzi hadits no. 3549]

9. Shalat malam (tahajjud) adalah shalat yang paling utama setelah shalat wajib.

Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan secara marfu’ disebutkan, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram. Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Ash_Shiyam, hadits no. 1163]

10. Kehormatan seorang muslim terletak pada shalat malam (tahajjud).

Berdasarkan hadits dari Sahal bin Saad radhiyallahu ‘anhu bahwa Jibril pernah datang kepada Nabi seraya berkata, “Wahai Muhammad ! Silahkan engkau hidup sesukamu, karena engkau akan mati juga. Cintailah siapa saja yang engkau kehendaki, karena engkau pasti akan berpisah dengannya. Berbuatlah sesuka hatimu, karena engkau akan diberi ganjaran.” Kemudian Jibril melanjutkan, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya kehormatan seorang muslim itu pada shalat malam (tahajjud). Kemuliannya adalah ketika ia tidak membutuhkan (meminta_minta dari) orang lain.” [Hadits hasan, diriwayat kan oleh Al_Hakim. Hadits ini dihasankan oleh Muhammad Nashiruddin Al_Albani dalam kitab Silsilatu Al_Hadits Ash_Shahihah, hadits no. 831]

11. Shalat malam (tahajjud) menyebabkan pelakunya berhak mendapatkan iri dari orang lain.

Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak dibolehkan hasad selain terhadap dua orang: Orang yang diberi anugerah hapalan Alquran, lalu ia gunakan untuk melakukan shalat malam dan shalat di siang hari; dan kepada orang yang Allah berikan anugerah harta, lalu ia gunakan untuk berinfak siang dan malam.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 815]

12. Membaca Alquran dalam shalat malam (tahajjud) adalah harta yang tidak ternilai.

Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan shalat dengan membaca 10 ayat Alquran, maka akan dihindarkan dirinya sebagai orang_orang yang lalai. Barangsiapa yang melakukan shalat dengan membaca 100 ayat, maka akan ditetapkan dirinya sebagai orang_orang yang khusyu’. Barangsiapa melakukan shalat dengan membaca 1000 ayat, maka akan ditetapkan dirinya sebagai muqanthirin.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Syahru Ramadhan, hadits no. 1398]

Adapun maksud dari muqanthirin adalah orang yang mendapatkan pahala sebesar qunthar (sebesar gunung). [Lihat Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qahthani dalam kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhailu wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati, hal. 110]

Waktu Melaksanakan Shalat Sunnah Tahajjud

Shalat malam (tahajjud) boleh dilaksanakan di awal malam, pertengahan, atau akhir malam. Akan tetapi yang paling afdhal adalah shalat di sepertiga malam terakhir. Dasarnya adalah hadits dari Amru bin Habasah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kondisi terdekat seorang hamba dari Rabbnya adalah pada pertengahan malam terakhir. Bila engkau mampu untuk termasuk orang berdzikir pada waktu itu, maka lakukanlah.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh At_Tirmidzi, Abu Daud, dan An_Nasa’i dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan Abi Daud, hal. III/183]

Kemudian hadits yang semangkin memperjelas persoalan ini adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita subhanahu wa ta’ala turun setiap malam ke langit dunia ketika malam tinggal sepertiga yang terakhir. Allah berfirman: Siapa yang berdoa kepada_Ku, niscata akan Aku kabulkan. Siapa yang memohon kepada_Ku, niscaya akan Aku perkenankan. Siapa yang memohon ampunan kepada_Ku, niscaya akan Aku beri ampunan.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha diriwayatkan bahwa ia pernah ditanya, “Amalan apakah yang paling disukai Rasulullah?” Aisyah menjawab, “Yang rutin dilakukan.” Aku (perawi) bertanya, “Kapan beliau mulai bangun malam?” Aisyah menjawab, “Beliau biasa terbangun bila mendengar teriakan (kokokan ayam jantan).” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang lain disebutkan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa terbangun tengah malam sebatas yang dikehendaki  Allah, dan ketika datang fajar, beliau pasti telah menamatkan sebagian dari Alquran.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab taththawwu, hadits no. 1316]

Jumlah Rakaat Shalat Sunnah Tahajjud

Shalat sunnah tahajjud tidak terbatasi oleh jumlah rakaat tertentu. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Shalat malam itu dua_dua rakaat. Apabila salah seorang diantara kamu khawatir akan kedapatan waktu shubuh, hendaknya ia berwitir satu rakaat sebagai penutup dari shalat yang dilakukan sebelumnya.” Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Akan tetapi yang paling utama adalah dengan mencukupkan sebelas rakaat saja, atau 13 rakaat. Karena demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat antara usai shalat isya’ hingga fajar sebanyak sebelas rakaat, Dan berwitir satu rakaat. [Hadits shahih, diriwayatkan Mulsim]

Adab_Adab Shalat Sunnah Tahajjud

1.  Ketika hendak tidur, hendaknya berniat untuk bangun malam.

Dengan tidurnya itu, meniatkan untuk memperkuat tubuh agar mampu beribadah dan mendapatkan pahala atas tidurnya itu. Dasarnya adalah hadits dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu  bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi pembaringannya sambil berniat untuk bangun malam, lalu tertidur sehingga tidak sempat melakukannya, pasti Allah tuliskan pahala dari niatnya. Dan tidurnya itu menjadi sedekah buat dirinya dari Allah Ta’ala.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh An_Nasa’i dalam kitab Qiyamul Lail wa Tathawwu’un Nahar, hadits no. 687]

2. Mengusap wajah untuk menghilangkan kantuk ketika terbangun, lalu berdzikir dan bersiwak.

Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah bin Al_Yaman radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam, beliau menggosok gigi dengan siwak.” Dan berdoa dengan doa bangun tidur lainnya, dan terus berwudhu sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta’ala. [Lihat Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al_Qathani, Hishnul Muslim, hal. 12-16]

3. Membuka shalat tahajjud dengan shalat sunnah dua rakaat.

Hal ini berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sabda beliau, sebagaimana dalam hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan, “Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam, beliau memulai shalatnya dengan dua rakaat ringkas.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 767[

4. Dianjurkan melakukan shalat tahajjud di rumah.

Hal ini berdasarkan hadits dari Zaid bin Dzabit radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian shalat di rumah kalian. Sesungguhnya shalat yang terbaik bagi seorang hamba adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

5. Secara rutin bangun malam dan tidak meninggalkannya

Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadanya, “Wahai Abdullah! Janganlah engkau seperti si Fulan. Dahulu ia rajin sekali shalat malam, sekarang ia sudah meninggalkannya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 1119]

6. Apabila terserang kantuk, hendaknya meninggalkan shalat dan tidur hingga hilang kantuknya.

Berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seseorang di antara kalian mengantuk ketika ia sedang shalat, hendaknya ia tidur hingga hilang rasa kantuknya. Karena kalau ia shalat dalam keadaan mengantuk, bisa jadi ketika ia meminta ampunan kepada Rabbnya, ia malah mencaci maki dirinya sendiri.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukahri dan Muslim]

7. Dianjurkan untuk membangunkan istri.

Berdasarkan hadits Abu Sa’id Al_Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahuma diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau ber sabda, “Apabila seseorang bangun di tengah malam, lalu ia membangunkan istrinya, lalu keduanya shalat dua rakaat saja, maka keduanya akan ditetapkan sebagai laki_laki dan wanita yang banyak berdzikir kepada Allah.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalat, hadits no. 1335]

8. Orang yang bertahajjud hendaknya membaca satu juz Alquran atau lebih, atau paling sedikit yang paling mudah dia baca dan dia pahami.

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam, lalu beliau shalat empat rakaat. Beliau membaca surat Al_Baqarah, Ali Imran, An_Nisa’, Al_Maidah, dan Al_An’am. [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Ash_Shalah, hadits no. 774]

9. Dibolehkan shalat sunnah tahajjud berjama’ah sesekali pada waktu malam

Hal ini berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah melakukan shalat sunnah dengan sendirian dan berjama’ah. Namun kebanyakan shalat sunnah itu beliau lakukan dengan sendirian. Beliau pernah shalat berjama’ah dengan Hudzaifah; dengan Ibnu Abbas; dengan Anas, ibunya dan seorang anak yatim; dengan Ibnu Mas’ud; dengan Auf bin Malik. Beliau juga pernah shalat sunnah berjama’ah dengan Anas dan ibunya; dengan Ummu Haram, yaitu bibi dari Anas; dengan Utbah bin Malik dan Abu Bakrah; dan dengan para ibu sahabat_sahabat beliau di rumah Utsman. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjadikan itu sebagai kebiasaan yang rutin. Hanya saja, bila itu dilakukan sesekali, maka hukumnya tidak mengapa. Kecuali shalat sunnah tarawih, karena jama’ah dalam shalat sunnah tarawih adalah sunnah secara terus_menerus. [Lihat Ibnu Taimiyah, Al_Ikhtiyarat Al_Fiqhiyyah, hal. 98]

10. Hendaknya menutup shalat sunnah tahajjud dengan witir

Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diriwayatkan bahwa beliau bersabda, “Barang siapa yang melakukan shalat malam, hendaknya ia jadikan witir sebagai akhir shalatnya sebelum shubuh, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh  Al_ Bukhari dan  Muslim]

11. Hendaknya mengharap pahala dari tidur dan shalat.

Suatu hari Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al_Asy’ari radhiyallahu ‘anhuma terlibat satu diskusi tentang amal shalih. Mu’adz berkata, “Wahai Abu Abdillah! Bagaimana engkau membaca Alquran?” Abu Musa menjawab, “Aku berusaha melakukan semaksimal  mungkin. Engkau sendiri bagaimana membaca Alquran wahai Mu’adz?” Mu’adz menjawab, “Aku tidur di awal malam, lalu aku bangun setelah menyelesaikan istirahat tidurku. Aku membaca Alquran sebatas yang Allah kuasakan bagi diriku. Sehingga aku mengharapkan pahala dari tidurku sebagaimana aku mengharapkan pahala dari shalatku.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

12. Memperpanjang berdiri dengan memperbanyak ruku’ dan sujud

Berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat yang paling baik adalah yang panjang qunutnya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Mulsim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 756]

Kiat_Kiat Mudah Untuk Melaksanakan Shalat Sunnah Tahajjud

  1. Mengenal keutamaan shalat sunnah tahajjud dan kedudukan pelakunya di sisi Allah Ta’ala, serta kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat bahwa mereka akan masuk surga.
  2. Mengenal tipu daya setan dan godaan setan untuk melakukan shalat sunnah tahajjud dan agar manusia meninggalkannya, serta mewanti_wanti orang yang meninggalkan shalat sunnah tahajjud meski sedikit.
  3. Memperpendek angan_angan dan mengingat mati
  4. Menggunakan masa sehat dan masa luang.
  5. Bertekad untuk tidur sedini mungkin, agar bertambah semangat dan  bertambah kekuatan untuk shalat sunnah tahajjud dan shalat shubuh.
  6. Bertekad untuk memelihara adab_adab tidur.
  7. Memperhatikan berbagai hal yang membantu bangun malam untuk shalat sunnah tahajjud.

Demikianlah pembahasan seputar shalat tahajjud kali ini. Saya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama_Nya yang agung dan sifat-sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata-mata karena mengharapkan wajah_Nya yang mulia, serta menjadikan sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, penerbit, pembaca, dan orang-orang yang berpartisipasi dalam menyebarkan tulisan ini.

Saya juga memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah-lah sebaik_baik tempat memohon dan semulia_mulia tempat berharap.

Shalat Dhuha


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Pengertian Shalat Dhuha

Shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik. Sekurang_kurangnya shalat ini adalah dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat, atau dua belas rakaat. [Lihat Mohammad Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: CV. Toha Putra, 1979), hal. 278]

Hukum Shalat Dhuha

Syaikh Abdul Aziz bin Abdulaah Bin Baz dalam kitab Majemu’ Fatawa mengatakan bahwa hukum shalat Dhuha adalah sunah muaakkad ( yang ditekankan ). Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan, “Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi wasiat kepadaku dengan tiga hal yang tidak pernah aku tinggalkan hingga meninggal dunia yaitu puasa 3 hari dalam sebulan, 2 rakaat shalat Dhuha, dan hanya tidur setalah melakukan shalat witir.“ [Hadist shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Juga berdasarkan hadists Abu Darda radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kekasihku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan tiga hal yang tidak akan saya tinggalkan selama saya hidup, yaitu puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha dan tidak tidur hingga saya witir dahulu.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim]

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata, “Kedua hadits shahih ini adalah hujjah yang kuat yang menunjukkan disyariatkannya shalat Dhuha, bahkan hukumnya adalah sunnah muakkad. Karena ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada seseorang, berarti itu merupakan wasiat untuk seluruh umatnya, bukan khusus bagi orang itu saja, kecuali bila ada dalil yang menunjukkan kekhususannya. Demikian juga halnya dengan perintah dan larangan beliau, maka hukumnya adalah umum, kecuali bila ada dalil yang menunjukkan kekhususannya. Misalnya ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Ini khusus bagimu saja.” Keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak melakukannya secara rutin tidaklah menghilangkan sunnahnya perbuatan itu. Karena terkadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan suatu perbuatan untuk menunjukkan bahwa perbuatan itu disyariatkan. Lalu terkadang beliau meninggalkannya untuk menunjukkan bahwa perbuatan itu tidaklah diwajibkan.“ [Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mensyarahnya dari kitab Bulughul Maram hadits no. 415]

Imam An_Nawawi mengunggulkan pendapat bahwa shalat Dhuha itu hukumnya adalah sunnah muakkad, setelah beliau memaparkan hadits_hadits dalam persoalan itu. Beliau mengatakan bahwa hadits_hadits itu semuanya sejalan, tidak ada pertentangan di antaranya bila diteliti. [Lihat An_Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hal. 5/237; lihat juga Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani, Fathul Bari, hal. 3/57]

Keutamaan Shalat Dhuha

Pertama, hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Pada setiap pagi, setiap sendi tubuh bani Adam harus bersedekah. Setiap tasbih bisa menjadi sedekah. Setiap tahmid bisa menjadi sedekah. Setiap tahlil bisa menjadi sedekah. Setiap takbir bisa menjadi sedekah. Setiap amar ma’ruf nahi munkar bisa menjadi sedekah. Semua itu dapat digantikan dengan dua rakaat yang dilakukan pada waktu Dhuha.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin wa Qashriha, hadits no. 720]

Kedua, hadits Buraidah radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia memiliki 360 sendi dalam tubuhnya. Hendaknya ia bersedekah untuk semua sendi tersebut.” Para sahabat bertanya, “Siapa di antara kita yang mampu melakukan itu wahai Nabiyullah?” beliau menjawab, “Dahak dalam masjid yang engkau pendam dalam tanah, dan sesuatu yang engkau singkirkan dari jalan bisa menjadi sedekah. Kalau tidak bisa dilakukan, dapat diganti dengan dua rakaat di waktu Dhuha. Itu sudah cukup sebagai sedekah.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Al_ Adab, yang dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud, hal. 3/984]

Ketiga, hadits Nuaim bin Hammar yang menceritakan bahwa ia pernah men dengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau merasa tidak mampu melakukan empat rakaat di awal siang untuk diri_Ku, karena Aku akan mencukupkan dengannya untuk sisa akhir waktunya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab At_Tathawwu’, yang dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud, hal. 1/239]

Keempat, hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu tentang keutamaan shalat Dhuha bagi orang yang duduk di masjid setelah shalat Shubuh hingga terbit matahari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan shalat Shubuh secara berjama’ah, kemudian duduk dan berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, ia akan memperoleh pahala ibadah haji dan umrah, sempurna, sempurna, dan sempurna. [Hadits hasan, diriwayatkan oleh At_Tirmidzi dalam kitab Al_Jum’at, hadits no. 586, dihasankan oleh Muhammad Nashiruddin Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan At_Tirmidzi, hal. I/181]

Waktu Shalat Dhuha

Waktu shalat sunnah Dhuha dari mulai meningginya matahari satu tombak hingga sebelum matahari berada di tengah langit, sebelum tergelincir. Yang paling afdhal, melakukan shalat itu ketika matahari sedang terik menyengat. Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat orang_orang yang khusyu beribadah adalah pada waktu anak_anak unta (fishal) kepanasan.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 748]

Dengan demikian, barangsiapa yang mengerjakan shalat sunnah Dhuha setelah matahari meninggi hingga setinggi satu tombak, maka tidak mengapa. Namun barangsiapa yang mengerjakan shlat sunnah Dhuha ketika panas matahari terik sebelum waktu yang dilarang untuk shalat, maka itu waktu yang paling afdhal. Wallahu ‘alam

Jumlah Rakaat Shalat Dhuha

Menurut pendapat yang shahih mengenai jumlah rakaat shalat Dhuha adalah tidak ada batasannya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiat kan dilakukannya dua rakaat pada waktu Dhuha serta menjelaskan keutamaan-nya. Sementara dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat sunnah Dhuha empat rakaat. Dalam hadits Aisyah lainnya disebutkan bahwa Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat sunnah Dhuha empat rakaat atau lebih bila dikehendaki oleh Allah.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat sunnah Dhuha enam rakaat. [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ath_Thabrani dalam kitab Al_Ausath hadits no. 1067]

Kemudian dari Ummu Hani binti Abi Thalib juga diriwayatkan dengan shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di rumah Ummu Hani pada hari Pembebasan Kota Makkah sebanyak delapan rakaat setelah matahari meninggi mulai siang. Ummu Hani menyebutkan bahwa belum pernah kulihat beliau shalat lebih ringkas dari shalat itu, namun beliau tetap menyem purnakan ruku’ dan sujud. [hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Demikianlah pembahasan seputar shalat dhuha kali ini. Saya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama_Nya yang agung dan sifat-sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata-mata karena mengharapkan wajah_Nya yang mulia, serta menjadikan sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, penerbit, pembaca, dan orang-orang yang berpartisipasi dalam menyebarkan tulisan ini.

Saya juga memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah-lah sebaik_baik tempat memohon dan semulia_mulia tempat berharap.

 

Permasalahan Seputar Shalat Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Berikut ini adalah permasalahan-permasalahan yang sering ditanyakan sebagian orang seputar shalat witir. Permasalahan ini langsung penulis buat dalam bentuk penjelasan, bukan dalam bentuk tanya jawab. Adapun permasalahan_permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

Doa Qunut Dalam Shalat Sunnah Witir

Hal ini berdasarkan hadits dari Al_Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada nya beberapa kata yang selalu diucapkan pada waktu shalat witir:

“Allahummah dini fiman hadait, wa ‘aafini fiman ‘afait, wa tawallana fiman tawallait. Wa baarikli fimaa a’thait, wa qinaa syarra maa qadhait. Fainnaka taqdhi wa laa yuqdha ‘alaik. Innahu laa yadzilu man walait [wa laa ya’izzu man ‘adait] [subahanaka] tabarakah rabbana wa ta’alait” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, An_Nasa’i, dan Abu Daud, dishahihkan oleh Muhammad Nashiruddin Al_Albani dalam kitab Irwa Al_Ghalil, hal. II/172]

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sanak keluarga beliau, para sahabat dan orang_orang yang mengikuti jejak mereka dalam melaksanakan kebajikan hingga hari pembalasan.

Letak Pelaksanaan Doa Qunut Dalam Shalat Sunnah Witir

Karena telah diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukan qunut sebelum ruku’, dan juga beliau melakukannya sesudah ruku’, maka kedua cara ini adalah disyariatkan. Namun yang paling baik adalah melakuklannya sesudah ruku’, karena jumlah hadits_ haditsnya lebih banyak.

Di antara dalil yang menunjukkan tempat pelaksanaan qunut itu dan waktu yang disyariatkan adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah ditanya tentang qunut sebelum atau sesudah ruku’. Beliau menjawab, “Sebelum ruku’.” Kemudian beliau melanjutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’ selama 1 bulan dalam rangka melaknat beberapa kampung dari kalangan Bani Sulaim. [Hadirs shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim]

Sementara melakukan qunut pada waktu witir adalah sunnah. Imam Malik berpendapat bahwa doa qunut pada waktu witir disunnahkan sepanjang tahun; Imam Syafe’i dan satu riwayat juga dari Imam Ahmad berpendapat bahwa qunut witir hanya disunnahkan pada separuh terakhir bulan Ramadhan; dan Imam Abu Hanifah dan satu riwayat lain dari Imam Ahmad berpendapat bahwa tidak ada qunut witir secara mutlak. Namun pendapat yang paling banyak dipilih oleh sahabat Imam Ahmad adalah pendapat pertama, yaitu disunnahkan qunut witir sepanjang tahun. [Lihat Ibnu Qudamah, Al_Mughni, hal. II/580-581; lihat juga Muhammad Asy_Syaukani, Nailul Authar, hal. II/262]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Fatawa, hal. XXIII/99 mengatakan bahwa hukum qunut witir adalah boleh, tetapi tidak wajib. Bahkan ada sahabat yang tidak pernah berqunut. Adapun tentang waktu pelaksaan qunut beliau mengatakan bahwa kesemuanya boleh. Barangsiapa yang melakukan yang mana pun dari perbuatan itu, maka tidaklah tercela.

Mengangkat Tangan Ketika Qunut dan Makmum Mengucapkan “Amin”

Imam Al_Baihaqi mengatakan bahwa ada sejumlah sahabat yang mengangkat tangan mereka ketika qunut. [Lihat Al_Baihaqi, As_Sunan Al_Kubra, hal. II/121]

Adapun bacaan “amin” dari kalangan makmum terhadap qunut yang dibacakan imam adalah berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ketika usai membaca: “Sami’allahu liman hamidah” pada rakaat terakhir, beliau berdoa melaknat kabilah_kabilah dari kalangan bani Sulaim, yaitu suku Ri’al, suku Dzakwan, dan suku Ushayah. Sementara orang_orang di belakang beliau mengaminkannya. [HR. Abu Daud]

Doa Sesudah Salam Pada Shalat Sunnah Witir

Sesudah salam, orang yang melakukan shalat witir mengucapkan: “Subhaanal malikil quddus, subhanal malikil quddus, subahanal malikil quddus, rabbil malaa ikati war ruuh” (Maha Suci Allah yang Maha Raja dan Maha Suci 3x, Tuhan dari para malaikat dan malaikat Jibril Ruhul Amin).

Hal ini berdasarkan hadits dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasul-ullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwitir 3 rakaat. Pada rakaat pertama beliau membaca, “Sabbihisma rabbikal a’la.” Pada rakaat kedua membaca, “Qul ya ayyuhal kafirun.” Dan pada rakaat ketiga membaca, “Qul huwallahu ahad.” Be-liau melakukan qunut sesudah ruku’. Usai salam beliau mengucapkan: “Subha nal malikil quddus,” tiga kali. Pada kali yang terakhir, beliau memanjangkan suaranya, sambil mengucapkan: “Rabbul malaikatil warruh.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh An_Nasa’i dalam kitab Qiyamul Lail wa Tathawwu’un Nahar, hadits no. 1430; diriwayatkan juga oleh Ad_Darulquthni, hadits ini dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan An_Nasa’i, hal. I/272]

Tidak Ada Dua Shalat Sunnah Witir Dalam Satu Malam

Berdasarkan hadits dari Thalaq bin Ali radhiyallahu ‘anhu  menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada dua witir dalam satu malam.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh At_Tirmidzi, Abu Daud, An_Nasa’i, Ahmad, dan Ibnu Hibban]

Selain itu, dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah juga shalat 2 rakaat setelah witir. Apabila seorang muslim telah melakukan witir di awal malam, lalu tidur. Kemudian Allah Ta’ala memberikan kemudahan kepadanya untuk bangun pada akhir malam, hendaklah ia shalat dua_dua rakaat dan jangan membatalkan witirnya. Witir yang telah dilakukannya sebelumnya sudah cukup baginya.

Disyariatkan  Membangunkan Istri Untuk Shalat Sunnah Witir

Berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam, sementara aku tidur melintang di atas tempat tidur beliau. Ketika beliau hendak berwitir, beliau membangunkanku dan aku pun berwitir. [HR. Al_Bukhari dan Muslim]

Mengqadha Shalat Witir bagi yang Tidak Sempat Melakukannya

Dari Abu Said Al_Khudri radhiyallahu ‘anhu ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangaiapa tertidur atau terlupa melaku kan shalat malam, hendaknya ia melakukan di pagi harinya, atau ketika ia ter- ingat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Ash_Shalah, hadits no. 1431]

Penulis berkata, “Yang paling utama bagi orang yang tertidur atau lupa melaku- kan shalat sunnah witir, hendaknya ia melakukannya pada siang hari ketika matahari sudah meninggi, dengan cara menggenapkan yang biasa ia lakukan pada malam harinya, tergantung kebiasaannya. Bila ia terbiasa melakukan 11 rakaat pada malam hari, maka ia shalat 12 rakaat pada siang harinya. Bila ia biasa shalat 9 rakaat pada malam hari, maka hendaknya ia shalat 10 rakaat pada siang harinya. Demikian seterusnya.”

Demikianlah pembahasan seputar shalat witir kali ini. Saya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama_Nya yang agung dan sifat-sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata-mata karena mengharapkan wajah_Nya yang mulia, serta menjadikan sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, penerbit, pembaca, dan orang-orang yang berpartisipasi dalam menyebarkan tulisan ini.

Saya juga memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah-lah sebaik_baik tempat memohon dan semulia_mulia tempat berharap. 🙂

Keutamaan Shalat Sunnah Witir


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Keutamaan Shalat Sunnah Witir

Shalat sunnah witir memiliki banyak sekali keutamaan, beberapa di antaranya adalah hadits dari Kharijah bin Hudzafah Al_Adwi. Ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan kalian dengan satu shalat, yang shalat itu lebih baik untuk dirimu daripada unta yang merah, yaitu shalat witir. Waktu pelaksanannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbut fajar.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud, At_Tirmidzi, Ibnu Majah, Al_ Hakim, dan Ahmad]

Di antara dalil yang menunjukkan keutamaan dan sekaligus disunnahkannya shalat witir adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwitir, kemudian bersabda, “Wahai Ahli Alquran, lakukanlah shalat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, hadits no. 1169. Hadits ini dishahihkan oleh Al_Albani dalam kitab Shahih Sunan Ibnu Majah, hal. I/193]

Bersungguh-Sungguh Melakukan Shalat Tarawih di 10 Hari Terakhir Dalam Bulan Ramadhan.


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Bersungguh_Sungguh Melakukan Shalat Tarawih di 10 Hari Terakhir Dalam Bulan Ramadhan.

Dasarnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu yang meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa berpuasa deng-an dasar keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa_dosanya yang terdahulu. Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar dengan dasar keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa_dosanya yang telah lalu.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Fadhlu Lailatul Qadr, hadits. 2014; diriwayatkan juga oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits. 760]

Dari Aisyah radhiyallahu ’anha meriwayatkan bahwa ia pernah menceritakan, ”Apabila memasuki 10 terakhir bulan Ramadhan, biasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya, giat beribadah dan mengencangkan tali pinggang.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab Lailatul Qadr, hadits 2024; dan diriwayatkan juga oleh Muslim dalam kitab Al’Itikaf, hadits no. 1174]

Dari Nu’aim bin Basyir diriwayatkan bahwa ia menceritakan, ”Kami pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pada malam 23, hingga 1/3 malam. Kemudian kami juga shalat bersamanya pada malam ke 25 hingga pertengahan malam. Kemudian kami kembali shalat bersama beliau pada malam 27 hingga kami khawatir kalau kami tidak mendapatkan lagi waktu falah.” Waktu falah adalah istilah yang mereka gunakan untuk waktu sahur. [Hadits shahih, diriwayatkan oleh An_Nasa’i dalam kitab Qiyamullail wa Tathawwu’ An_Nahar, hadits no. 1606]

Dari Abu Dzar radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pada malam ke 27 mengumpulkan keluarga dan istri_istri beliau serta kaum muslimin untuk shalat bersama mereka. [HR. Ahmad, Abu Daud, An_ Nasa’i, At_Tirmidzi, dan Ibnu Majah]

Demikianlah pembahasan seputar shalat tarawih kali ini. Saya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama_Nya yang agung dan sifat-sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata-mata karena mengharapkan wajah_Nya yang mulia, serta menjadikan sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, penerbit, pembaca, dan orang-orang yang berpartisipasi dalam menyebarkan tulisan ini.

Saya juga memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah-lah sebaik_baik tempat memohon dan semulia_mulia tempat berharap.

Pengertian Shalat Tarawih


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Pengertian Shalat Tarawih

Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qahthani dalam kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhailu wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati mengatakan bahwa dinamakan sebagai shalat tarawih (shalat santai), karena para sahabat ketika itu biasa beristirahat setelah empat rakaat.

Shalat tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan, dan dikerjakan pada awal malam. Disebut sebagai shalat santai di bulan Ramadhan, karena mereka biasa melakukan istirahat setiap selesai dua kali (2x) salam. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ’anha ketika ditanya, ”Bagaimana shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pada malam bulan Ramadhan?” Aisyah menjawab, ”Rasulullah tidak pernah melakukan lebih dari 11 rakaat di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan. Beliau shalat 4 rakaat, tidak usah ditanyakan tentang bagus dan panjangnya. Kemudian shalat 4 rakaat lagi, dan jangan ditanyakan tentang bagusnya dan panjangnya. Kemudian shalat 4 rakaat lagi, dan jangan ditanyakan tentang bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al_Bukhari dalam kitab At_Tahajjud, hadits no. 1147; dan Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 738]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al_’Utsaimin dalam kitab Asy_Syahrul Mumti’, hal. 4/66 menjelaskan bahwa perkataan Aisyah, ”…..beliau shalat 4 rakaat, kemudian shalat lagi 4 rakaat,” menunjukkan bahwa ada pemisah antara 4 rakaat pertama dengan 4 rakaat kedua dan 3 rakaat terakhir. Pada masing_masing 4 rakaat, beliau melakukan salam setelah dua rakaat.

Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ’anha yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan shalat pada malam hari 11 rakaat, dan berwitir satu rakaat di antaranya. Dalam lafaz lain disebutkan, ”Pada setiap 2 rakaat, beliau salam dan berwitir di akhirnya satu rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim]

Penulis berkata, ”Berdasarkan penafsiran dari hadits pertama di atas, maka hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan salam setelah 2 rakaat. Sebagaimana sabda beliau juga bahwa shalat malam itu hanya dua_dua rakaat.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Al_Bukhari dan Imam Muslim]

Waktu Pelaksanaan dan Mengqadha Shalat Rawatib


Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I

Waktu Shalat Sunnah Rawatib

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa setiap shalat sunnah yang mengiringi sebelum shalat wajib, yaitu waktunya dari mulai masuk waktunya hingga iqamah. Sedangkan yang dilakukan sesudah shalat waktunya adalah seusai shalat, hingga habisnya waktu shalat wajib tersebut. [Lihat Ibnu Qudamah, Al_Mughni, hal. II/544]

Mengqodha Shalat Sunnah Rawatib

Diriwayatkan dengan shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang belum sempat shalat 2 rakaat sunnah shubuh, hendaknya ia shalat setelah terbit matahari.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh At_Tirmidzi, hadits no. 423]

Diriwayatkan juga dengan shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengqodha shalat sunnah Fajar itu bersamaan dengan shalat Shubuh dalam perjalanan. [Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 681]

Berdasarkan hadits_hadits di atas, semuan  itu menunjukkan bahwa dianjurkan nya untuk mengqodha shalat sunnah shubuh setelah shalat, atau setelah mata hari terbit.